JAKARTA, BALIPOST.com – Perwakilan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) melapor ke Ombudsman RI (ORI) terkait dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Pimpinan KPK.
“Hari ini saya mewakili 75 orang pegawai membuat pelaporan resmi terkait proses TWK yang dilakukan KPK. Pengaduan ini untuk praktisnya hanya ditandatangani oleh 15 pegawai,” kata Direktur Pembinaan Jaringan Antarkomisi KPK Sujanarko, di Gedung Ombudsman Jakarta dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (19/5).
Sujanarko datang bersama dengan Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi Hotman Tambunan dan Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK Rasamala Aritonang serta para kuasa hukum mereka, yaitu Direktur YLBHI Asfinawati, pengacara publik LBH Jakarta Arief Maulana, dan dari LBH Muhammadiyah Gufroni.
Mereka diterima oleh Ketua Ombudsman RI periode 2021-2026 Mokh Najih dan jajaran. “Saya sampaikan terima kasih yang luar biasa kepada Pak Ketua dan Anggota Ombudsman yang telah memberikan beberapa penjelasan terkait proses yang kami laporkan,” ungkap Sujanarko.
Menurut Sujanarko, para pegawai melayangkan laporan ke Ombudsman RI karena Ombudsman RI punya kewenangan untuk memanggil secara paksa dan memberi rekomendasi terkait dengan permasalahan yang mereka hadapi. “Jadi sebenarnya proses bisa diselesaikan hari ini atau besok atau minggu depan supaya republik ini tidak terlalu gaduh seperti ini,” kata Sujanarko pula.
Laporan yang disampaikan ke Ombudsman RI, menurut Sujanarko adalah terkait sejumlah maladministrasi yang diduga dilakukan Pimpinan KPK. “Dari kajian kami ada banyak maladministrasi yang sudah dilakukan KPK, baik penerbitan SK-nya, prosesnya, dari sisi wawancara hampir ada 6 indikasi yang kami sampaikan bahwa Pimpinan KPK telah melakukan maladministrasi, termasuk penonaktifan pegawai karena hal itu tidak ada dasarnya,” ujar Sujanarko.
Apalagi menurut Sujanarko, ke-75 pegawai masih mendapatkan gaji yang dibayar negara namun tidak bekerja. “Itu sama saja dengan merugikan keuangan negara. Karena apa. Kami semua itu digaji dari pajak yang dibayar Pemerintah. Bayangkan nanti kalau non-aktif sampai setahun atau 3 bulan, berapa uang negara yang telah dirugikan oleh pimpinan. Jadi itu yang saya sampaikan ke Ombudsman agar semakin cepat penyelesaian masalah ini akan semakin baik,” ungkap Sujanarko.
Selain itu, publik juga dirugikan dengan penonaktifan ke-75 pegawai KPK, karena kasus-kasus yang ditangani KPK dapat terhambat. “Tidak hanya kasus, ada yang bekerja di Direktorat Kerja Sama Internasional, ada yang bekerja di Biro SDM, Biro Hukum, semuanya mandek. Kalau tidak mandek setidaknya akan terganggu dengan non-aktifnya 75 pegawai,” ujar Sujanarko lagi.
Menanggapi pelaporan tersebut, Ketua Ombudsman RI Mokh Najih menyatakan akan mendalami laporan tersebut sesuai prosedur dan kewenangan Ombudsman. “Nanti akan kami ambil langkah-langkah, namun yang penting adalah bagaimana proses ini bisa terselesaikan dengan baik dan tidak gaduh, sehingga semua pihak mendapatkan solusi untuk meningkatkan kualitas pemberantasan korupsi,” kata Najih.
Najih menyebut Ombudsman RI belum membaca secara detail laporan dari pegawai KPK, sehingga belum dapat menargetkan waktu penyelesaian laporan. “Kami belum tahu siapa yang akan diperiksa, tapi siapa pun yang dilaporkan itu, kami punya kewenangan untuk memeriksa,” ujar Najih.
Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021 menerbitkan Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) Pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat Dalam Rangka Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Isi SK tersebut adalah memerintahkan kepada 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN, agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasannya langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut, sebab berdasarkan hasil TWK pada 5 Mei 2021 menyatakan dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti TWK ada 1.274 orang pegawai yang memenuhi syarat, sedangkan 75 orang pegawai Tidak Memenuhi syarat (TMS).
Namun, dalam SK tersebut belum ada keputusan mengenai pemberhentian 75 pegawai tersebut, dan mereka hanya diminta untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada atasan langsung sampai ada keputusan lebih lanjut.
Sebanyak 75 orang yang dinyatakan tidak lolos wawasan kebangsaan (TWK) itu, antara lain adalah pejabat eselon I Deputi Koordinasi Supervisi KPK Hery Muryanto, pejabat eselon II Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Supradiono, Kepala Biro SDM Chandra Reksodiprodjo, dan Direktur Pembinaan Jaringan Antarkomisi Sujanarko.
Selanjutnya, pejabat setingkat eselon III yakni Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang, Kabag SDM Nanang Priyono serta sejumlah ketua satuan tugas (satgas) penyidikan, yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik, Andre Nainggolan, Budi Sukmo, Budi Agung Nugroho, Afief Julian Miftah serta nama-nama lainnya. (Kmb/Balipost)