Petugas mengumpulkan limbah medis B3. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Koordinator Bank Sampah Bali, Wayan Riawati mengungkapkan selain masalah sampah rumah tangga, Bali kini menghadapi ancaman baru dalam persampahan. Hal ini disebabkan masih berlangsungnya pandemi, yang sudah hampir 15 bulan.

Permasalahan sampah itu adalah masker dan limbah medis. Sebab, pengolahan sampah jenis ini tidak bisa sembarangan.

Selama masa pandemi COVID-19 ini, kata dia, terjadi peningkatan sampah medis di Bali, khususnya masker yang tidak bisa ditangani oleh sembarang orang. Mengingat sampah tersebut bersifat infeksius.

Dalam hal ini, bank sampah berperan memberi edukasi pada masyarakat untuk menggunakan masker kain yang bisa dicuci, dipakai berkali-kali, tidak menggunakan masker sekali pakai yang akhirnya menimbulkan masalah baru di tengah pandemi COVID-19. “Bank sampah tidak hanya mengurusi sampah plastik tapi kami mengurusi 41 jenis barang, namun sampah masker belum boleh dibawa ke bank sampah, harus dimusnahkan,” sebutnya.

Baca juga:  Pro Jokowi Tanding Futsal

Mekanisme pengumpulannya juga tidak melalui bank sampah. Menurutnya, dalam penanganan sampah masker perlu peran pemerintah memusnahkannya karena tidak boleh dibakar atau dibuang sembarangan.

Maka dari itu, perlu jasa angkut sampah yang mungkin sementara dibawa ke TPA dulu, setelah di TPA dikelola pemerintah.

Direktur Perencanaan, Organisasi dan Umum RSUP Sanglah, dr. Ni Luh Dharma Kertu Natih, MHSM., mengatakan pengelolaan sampah di RSUP Sanglah, terutama limbah medis, mempunyai SPO sendiri. Jumlah sampah medis sebelum pandemi di RSUP Sanglah sebanyak 800 kg-1 ton per hari. Sedangkan selama pandemi meningkat drastis menjadi 1 ton-1,3 ton per hari.

Baca juga:  Kumpulkan Dana untuk Pengungsi Gunung Agung, Ini yang Dilakukan Masekepung

“Sehingga harus benar-benar mengelola dengan sangat baik. Untuk itu, kita sudah melakukan ikatan kerja sama dengan vendor yang melakukan transporter (mobil boks) dan pengelolaan limbah medis ini. Setiap hari mereka mengangkut dan mengambil sampah-sampah medis dengan menggunakan mobil boks yang kedap air sehingga kita benar-benar mengantisipasi supaya tidak ada ceceran air di sepanjang jalan yang dilalui,” jelasnya.

Ia juga memiliki sistem monitoring yang disebut manifest elektronik yang dilengkapi dengan GPS sehingga bisa monitor keberadaan limbah medis agar tidak disalahgunakan di dalam perjalanan. Sampah yang dikirim dan diterima juga terus dimonitor dipastikan dalam jumlah yang sama, tidak berkurang, untuk menjaga masyarakat terhindar dari masalah yang terkait dengan limbah medis.

Baca juga:  WHWM 2017, Gali Pengetahuan Spiritual dan Teknologi

Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indoensia (ARSSI) Bali dr. Ida Bagus Gede Fajar Manuaba, Sp.OG., mengatakan, ratusan kilo sampah medis padat atau limbah medis dihasilkan RS kecil dan berton-ton limbah medis padat dihasilkan di rumah sakit besar di Bali. Limbah medis tersebut harus segera dimusnahkan, maksimal 2 x 24 jam.

Hanya saja Bali belum memiliki pengolahan limbah medis padat yang mampu menampung sampah medis dari 60-an rumah sakit (RS) di Bali. Padahal, di masa pandemi COVID-19, limbah medis padat meningkat 50%.

“Kalau dulu kita tidak sampai melakukan pembuangan baju APD sebanyak sekarang. Seperti limbah masker yang begitu banyak saat ini. Pada saat memeriksa pasien, nakes wajib menggunakan masker, sementara dulu tidak harus,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *