MANGUPURA, BALIPOST.com – Masa pandemi COVID-19 memberi banyak dampak di semua sektor kehidupan. Dampak paling parah dirasakan sektor pariwisata Bali.
Sebab, selama ini pariwisata Bali hanya mengandalkan wisatawan leisure yang kemudian dikembangkan menjadi pariwisata MICE. Di tengah pandemi, kedua potensi itu tidak berjalan karena harus menaati protokol kesehatan (Prokes). “Maka dari itu salah satu potensi wisatawan yang perlu mendapat perhatian adalah ‘Digital Nomad’,” ujar Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali, Putu Astawa, Kamis (27/5).
Putu Astawa, menegaskan bahwa Bali akan serius menggarap Digital Nomad ini. Untuk itu diperlukan banyak informasi yang berkaitan dengan kegiatan para Digital Nomad di Bali. “Jadi dalam rangka menggali informasi itulah saya dan rombongan melakukan pemantauan dan menggali informasi dari pemilik Dojo Bali Coworking, Michael Craig. Sehingga ke depan bisa dibuatkan kebijakan terkait para Digital Nomad ini,” tandasnya.
Michael Craig, bule asal Asutralia yang sudah hampir 10 tahun di Bali, mengatakan bahwa Digital Nomad memiliki potensi yang sangat bagus dikembangkan di Bali. Sebab, Digital Nomad adalah orang-orang kelas menengah ke atas, sehingga mereka adalah orang-orang berduit.
Apalagi, mereka tinggal di Bali dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal setahun. Masa tinggal yang lama akan berdampak pada ekonomi masyarakat di Bali dari akomodasi, makan minum dan kebutuhan lainnya.
Dijelaskan, bahwa selama masa pandemi, Bali adalah tempat yang dianggap paling aman bagi para Digital Nomad untuk tinggal dan bekerja. Dengan berkembangnya pariwisata Digital Nomad, maka juga akan berdampak pada pendapatan pemerintah dari sektor pajak.
Ketua PHRI Badung, yang juga anggota Kelompok Ahli Pembangunan bidang Pariwisata, IGAN Rai Suryawijaya sangat mendukung pengembangan pariwisata di sektor ini. Dengan adanya wisatawan ini akan bisa memberi peluang pada akomodasi-akomodasi masyarakat, seperti homestay, villa maupun akomodasi milik masyarakat lainnya. (Winatha/balipost)