DENPASAR, BALIPOST.com – Idul Fitri 2020 dengan 2021 memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan dalam jumlah kasus baru, kematian, maupun kesembuhan. Ini, jika dilihat dari rentang waktu 2 minggu pasca Idul Fitri.
Dijelaskan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Nasional, Prof. Wiku Adisasmito, dalam keterangan secara virtual terkait perkembangan penanganan COVID-19 disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia, Selasa (1/6), dua minggu setelah Idul Fitri tahun lalu ada kenaikan kasus sebesar 65,55 persen. Sedangkan tahun ini, kenaikannya mencapai 56,6 persen.
Dari data, kenaikan kasus tertinggi di 2020 pasca Idul Fitri terjadi di Jawa Tengah yang mencapai 368 persen. Disusul Sulawesi Selatan (280 persen), Kalimantan Selatan (99 persen), Jawa Timur (45,36 persen), dan DKI Jakarta (33,2 persen).
Sedangkan pada tahun ini, kenaikan tertinggi juga terjadi di Jawa Tengah mencapai 103,2 persen. Disusul Kepulauan Riau (103 persen), Riau (69 persen), DKI Jakarta (49,5 persen), dan Jawa Barat (25 persen).
Dalam hal kematian pun, lanjut Wiku, terjadi kenaikan di periode yang sama 2020 sebesar 66,34 persen. Sementara pada tahun ini, justru terjadi penurunan kematian sebesar 3,52 persen. “Data perbandingan ini, menunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan pada dua minggu pasca Idul Fitri di tahun ini tidak setinggi pada Idul Fitri tahun lalu. Bahkan, pada kematian, di tahun ini mengalami penurunan paska Idul Fitri,” sebutnya.
Ia mengutarakan melihat data-data yang ada ini, provinsi sudah belajar dari pengalaman tahun lalu dalam penanganan pandemi. Misalnya Jawa Tengah yang berhasil mengurangi peningkatan kasus pasca Idul Fitri menjadi sepertiga dari tahun lalu.
Wiku mengatakan hal ini merupakan modal ke depan untuk terus produktif dan aman COVID-19 selama berada dalam kondisi pandemi. “Saya berterima kasih kepada seluruh pemerintah daerah dan masyarakat yang sudah mematuhi kebijakan dan peraturan yang dibuat, utamanya terkait kewajiban karantina mandiri 5×24 jam bagi masyarakat yang baru pulang dari bepergian dan imbauan untuk meningkatkan testing di setiap provinsi,” ujarnya.
Ia menegaskan hal-hal ini memungkinkan menjaga kenaikan kasus tidak terlalu tinggi pasca periode Idul Fitri. Namun, ia tetap mengingatkan agar jangan terlena dengan perkembangan ini.
Karena, lanjut Wiku, kondisi ini baru 2 minggu pasca Idul Fitri. “Dampaknya masih akan terlihat beberapa minggu ke depan. Pilihan ada di tangan kita semua. Jika kita tetap akan patuh pada protokol kesehatan dan terus meningkatkan testing dan kualitas pelayanan kesehatan, maka perkembangan bisa saja akan tetap stabil,” tegasnya.
Namun, jika memilih abai prokes, maka bukan tidak mungkin, kenaikan pasca Idul Fitri di tahun ini akan lebih tinggi dari tahun lalu. (Diah Dewi/balipost)