Ilustrasi. (BP/Suarsana)

DENPASAR, BALIPOST.com – Saat ini terdapat sejumlah kasus yang melibatkan aparat kepolisian terjadi di Bali. Hal ini tentu saja sangat miris karena polisi yang seharusnya menjadi penegak justru didudga melanggar hukum.

Dalam sebulan terakhir, ada tiga kasus menonjol yang melibatkan aparat kepolisian. Yaitu kasus dugaan penganiayaan pemandu lagu di THM yang diduga dilakukan perwira polisi, Brigadir ditangkap saat hendak menempel sabu-sabu, dan dugaan pengeroyokan seorang warga di THM oleh oknum polisi.

Kasus terakhir, merupakan dugaan tindakan kriminal terbaru yang melibatkan beberapa oknum kepolisian dengan melakukan penganiayaan terhadap warga.

Lebih miris lagi, para oknum polisi yang menganiaya tersebut merupakan perwira dan bertugas serta mengemban jabatan di Polresta Denpasar. Fenomena polisi sebagai pelaku kejahatan bukanlah hal yang baru.

Baca juga:  Pelaku Mafia Tanah Terlibat Kasus Narkoba

“Benang kusut ini nampaknya tak bisa dihentikan karena polisi berada di tengah-tengah masyarakat yang selalu bergaul dan berinteraksi, sehingga potensi menjadi pelaku kejahatan tak bisa dihindari,” kata Direktur LABHI Bali, I Made “Ariel” Suardana, Kamis (3/6).

Dengan adanya sejumlah kejadian yang dilakukan oknum perwira sepekan terakhir dan menjadikan nama kepolisian tercoreng, tentu sangat berpengaruh kepada citra Polri. Apalagi yang diduga melakukan pelanggaran hukum itu adalah perwira.

Artinya seorang perwira mestinya lebih memiliki pikiran jernih jika menghadapi situasi yang berbeda di lapangan. “Perwira itu memiliki jabatan. Jadi mereka mestinya memiliki kemampuan yang lebih dalam mengendalikan diri untuk tidak melakukan pelanggaran hukum,” ucapnya.

Baca juga:  31 Kasus Transmisi Lokal Baru, 50 Persennya Ada di Satu Daerah

Maka dari itu, lanjut pria asal Sidakarya ini, yang harus dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan yakni perbaikan kurikulum pendidikan kepolisian yang semestinya bobot akhlak dan moralitas juga menjadi prioritas. Kemudian ketegasan atasan dan tauladan atasan harus ditunjukkan dengan kuat supaya polisi takut atas sanksi.

Keberanian Propam dan lembaga penindak harus dilakukan guna membuat polisi takut dengan hukuman pemecatan. Tak hanya itu, juga tidak memberikan ruang dan maaf bagi anggota yang melanggar hukum dan mesti harus diberi pemahaman agama sebagai program internal kepolisian agar menjadi peneduh batin.

Baca juga:  Transmisi Lokal COVID-19 Hampir Capai 40 Persen, Ini Arahan Gubernur Bali

Selanjutnya peran Kompolnas harus semakin agresif untuk membuat pengawasan atas kejahatan dalam jabatan. “Paling tidak dengan melakukan hal ini, angka polisi yang melanggar hukum perlahan bisa turun,” terangnya.

Selain itu, ia juga berharap pihak kepolisian jangan suka mengkriminalisasi masyarakat maupun profesi tertentu karena berdampak pada citra buruk polisi. “Saya harap masyarakat lebih rajin melaporkan polisi nakal dan atasan yang mendapatkan laporan harus segera bertindak,” imbuhnya. (Pramana Wijaya/balipost)

BAGIKAN

1 KOMENTAR

  1. institusi pemerintah umumnya hanya disiplin didalam lingkungan pagar kantor saja, atasan yg kurang hingga tidak peduli, tdk ada dedikasi… begitu keluar pagar, lepas kendall, bahkan arogan hingga semena mena..

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *