Dewa Gde Satrya. (BP/Istimewa)

Oleh Dewa Gde Satrya

Pada 6 Juni merupakan hari kelahiran Proklamator RI, Bung Karno (6 Juni 1901). Sang Proklamator dilahirkan di Surabaya, tepatnya di Kampung Pandean IV/40, bukan di Blitar sebagaimana dipahami selama ini. Berdekatan dengan tempat lahir Bung Karno, berdiri rumah kos HOS Tjokroaminoto, tempat Bung Karno indekos semasa sekolah bersama tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan negeri ini.

Merayakan Haul Bung Karno menarik untuk menyoroti sisi-sisi positif yang dimiliki Presiden pertama negeri ini, salah satunya adalah gaya dan praktek kepemimpinannya. Bung Karno bersama sosok pemimpin era pergerakan, adalah contoh praktik kepemimpinan heroik. Gaya kepemimpinan heroik semestinya secara alamiah dimiliki oleh setiap orang.

Kepemimpinan heroik berakar pada gagasan bahwa kita semua adalah pemimpin, dayanya berasal dari dalam, menjadi cara hidup dan bukan hanya sebatas tindakan, dan bahwa seluruh kehidupan kita penuh dengan kesempatan-kesempatan untuk memimpin. Kepemimpinan heroik tidak mengandalkan mekanisme perintah dan kontrol seperti sedianya dipahami dan dijalani pada model kepemimpinan umumnya.

Baca juga:  Perpustakaan dan Literasi Akar Rumput

Sebaliknya, kepemimpinan heroik mendasarkan pada empat hal, yaitu kesadaran diri, ingenuitas, cinta dan heroisme (Chris Lowney, 2005). Kepemimpinan heroik yang tampak pada pejuang angkatan 45 mampu menyemangati diri dan orang lain dengan cinta serta ambisi-ambisi dan hasrat-hasrat heroik untuk melakukan segala sesuatu secara tuntas dan prima. Terbukti, bahwa kepemimpinan saat itu secara efektif mampu menggerakkan hati banyak orang untuk turut berkorban sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Memang, praktik kepemimpinan senantiasa menghadirkan pribadi hebat yang memimpin orang lain. Namun, dalam kepemimpinan heroik, kehebatannya terutama terletak pada kemampuan pemimpin untuk mengidentifikasi dan membuka potensi kepemimpinan orang lain yang tersembunyi, bukan kehebatan memerintah, mengontrol dan memberikan punishment secara ketat.

Di situ, tampak bahwa kepemimpinan heroik tidak haus kekuasaan dan tidak menghendaki nasib buruk pada setiap orang yang dipimpin. Sebaliknya, dengan penuh cinta menghendaki supaya setiap orang yang dipimpin mampu menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan lingkungan sosial di manapun mereka berada. Dan dengan demikian mereka dapat menyemangati orang yang lain untuk mempraktikkan hal yang serupa.

Baca juga:  Gubernur Koster Wakili Keluarga Bung Karno Terima Penghargaan Outstanding Lifetime Achievement Award untuk Ir. Soekarno

Dewasa ini, kerancuan yang vital berasal dari visi kepemimpinan yang sempit. Para pemimpin dikira hanyalah mereka yang mengepalai orang-orang lain, yang membuat dampak transformatif, dan yang melakukan itu dalam jangka waktu pendek (serba instan). Semakin cepat mereka melakukan itu, semakin transformatif dampaknya, dan semakin besar jumlah orang yang terkena olehnya, semakin panas mereka tercatat pada termometer kepemimpinan.

Karenanya, apa yang sering dianggap kepemimpinan dewasa ini adalah sebuah substitusi dangkal yang menggantikan substansi kepemimpinan dengan teknik kepemimpinan. Esensi kepemimpinan yang pertama dan paling utama adalah kerelaan untuk berkorban, sekalipun itu pengorbanan nyawa seperti yang dialami oleh angkatan 45. Sebab hanya dengan pengorbanan, kadar rasa cinta yang mendalam pada komunitas yang dipimpin dapat teruji. Di situ, kita dapat menemukan sosok pemimpin dalam diri seorang ayah, seorang guru, seorang anak, juga buruh perusahaan yang berkorban untuk orang lain.

Baca juga:  Makna Perayaan Rahina Tumpek Wayang

Kepemimpinan Bung Karno memberikan sumbangan pencerahan, pencerdasan dan transformasi humanisasi pada bangsa Indonesia. Keputusan politik Bung Karno terbukti sesuai tantangan jaman kala itu, di tengah derita kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan bangsa Indonesia di masa awal kemerdekaannya.

Kini sepeninggal Bung Karno, Indonesia masih dihadapkan pada problem akut yang membutuhkan gaya kepemimpinan heroik mengatasi beraneka kesulitan dan keterbelakangan bangsa. Kolaborasi antara kapasitas dan integritas diri dengan keberanian untuk mengedepankan kesejahteraan umum di atas segala-galanya adalah esensi heroic leadership konteks kekinian. Bung Karno teladan yang baik seorang pemimpin heroik, khususnya bagi penerus bangsa ini.

Penulis Dosen Hotel & Tourism Business, Universitas Ciputra Surabaya

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *