GIANYAR, BALIPOST.com – Pendapatan asli daerah (PAD) Gianyar mengalami penurunan akibat penurunan raihan pajak hotel restoran (PHR). Ketua komisi III DPRD Kabupaten Gianyar Putu Gede Pebriantara, Selasa (8/6) mengatakan di tengah raihan PHR yang mengalami penurunan tajam, unit air minuman dalam kemasan (AMDK) menjadi penyelamat untuk menopang pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Gianyar.
Peluang AMDK Tirta Sanjiwani untuk mendongkrak PAD sudah dipastikan Komisi III DPRD Gianyar saat melakukan monitoring dan evaluasi (monev) ke Perumda Gianyar dan unit usaha AMDK Tirta Sanjiwani, Bukian Senin (7/3).
Putu Pebri menjelaskan produksi dan pemasaran AMDK Be Gianyar dibawah unit usaha Perumda Air Minum Tirta Sanjiwani (PAM TS). Pemkab Gianyar telah menggelontorkan anggaran Rp 2 Miliar Tahun 2020 untuk menopang kegiatan sebagai salah satu perusahaan distributor air minum plat merah ini.
Kegiatan operasional AMDK inj baru dimulai Mei 2021 sehingga jumlah distribusi air minum Be Gianyar memang belum maksimal. Ini dikarenakan kapasitas produksi air di pabrik memang belum maksimal. “Padahal jumlah permintaan air minum Be Gianyar di masyarakat cukup tinggi,” ucapnya.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Gianyar ini melihat unit usaha Be Gianyar mineral water ini baru dilounching 19 April dan beroperasi Mei 2021. Kapasitas produksi untuk kemasan galon 19 lt bisa 300 gln/jam, kemasan gelas bisa 7200 pcs/jam, botol mini 330 ml bisa 12.000 botol/jam, botol 600 ml bisa diproduksi 8000 botol/jam, dan untuk yang botol besar 1500 ml bisa diproduksi 5000 botol/jam.
AMDK perusaahan air minum tirta sanjiwani yang baru mempekerjakan 27 orang. Setelah proses pelatihan dan training dalam rangka produksi Juni baru bisa lebih optimal dengan kapasitas produksi senilai 341 juta lebih.
Putu Gede Pebriantara melihat prospek air minum dalam kemasan ini agar bisa lebih maksimal bisa mendatangkan PAD diperlukan regulasi dan modal kerja. Unit usaha AMDK ini harus bernaung dibawah PAM TS sehingga bisa meningkat PAD Pemerintah Kabupaten Gianyar. ” Untuk modal kerja, karena kapasitas produksi yang masih rendah sehingga dibutuhkan tambahan modal kerja sampai Rp 15 miliar kedepan secara bertahap selama 2 tahun,” tambahnya. (Wirnaya/Balipost)