Oleh Ari Bowo Budirisanto
Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat pada dasawarsa terakhir telah mendobrak seluruh metode dalam berinteraksi di masyarakat, dari yang dilakukan secara tradisional menjadi modern, dari yang membutuhkan kehadiran fisik hingga hanya membutuhkan sekali tekan melalui sebuah gawai.
Sesuai data yang dipublikasi Kementerian Kominfo, pertumbuhan e-commerce di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 78%, yang merupakan pertumbuhan e-commerce tertinggi di dunia. Kondisi ini menunjukkan sesungguhnya potensi untuk penggunaan teknologi informasi di Indonesia sangat strategis sehingga seharusnya dapat dimanfaatkan para pelaku usaha, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Pemerintah sendiri secara masif terus melakukan upaya untuk memperkenalkan pelaku UMKM kepada teknologi informasi. Berbagai insentif dan kemudahan dalam mengakses teknologi informasi digulirkan. Seperti yang dilansir pada portal resmi kominfo (kominfo.go.id), pemerintah telah melakukan langkah transformasi digital dengan penyediaan infrastruktur secara masif sehingga semua orang dapat mengakses internet.
Pemerintah melakukan empat tahapan program sehigga diharapkan UMKM dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi. Program yang pertama adalah on boarding, yaitu memperkenalkan dan mengajarkan kepada UMKM bahwa berjualan secara daring itu aman dan menguntungkan.
Tahapan selanjutnya adalah active selling, yaitu aktivitas dan fasilitasi dari marketplace kepada UMKM agar dapat lebih meningkatkan transaksi penjualan secara daring. Pada fase ini diharapkan UMKM memanfaatkan marketplace dengan pasar yang sesuai dengan target. Kemudian setelah active selling adalah scale up dimana pelaku UMKM harus terus meningkatkan pasar produknya dan tidak berpuas diri. Sedangkan yang terakhir pasar UMKM harus dapat ditingkatkan sehingga dapat menembus pasar internasional/go international.
Sejalan dengan program tersebut, untuk mendukung penggunaan teknologi informasi dalam sebuah payung hukum, pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengakomodir mengenai penggunaan sistem markeplace di dalam transaksi yang dilakukan oleh instansi pemerintah.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan sebagai salah satu unit kerja strategis di bidang keuangan negara memahami prospek jangka panjang dari penggunaan teknologi informasi di bidang pelaksanaan anggaran khususnya pencairan dana APBN.
Untuk mendukung pelaksanaan PP Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pada tahun 2019 DJPb telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-20/PB/2019 tentang Uji Coba Penggunaan Uang Persediaan Melalui Sistem Marketplace dan Digital Payment pada satuan kerja. Sistem marketplace didefinisikan sebagai sistem yang menyediakan layanan daftar Penyedia Barang/Jasa, pemesanan barang/jasa, pembayaran, dan pelaporan secara elektronik, dalam rangka penggunaan uang persediaan yang disediakan oleh bank tempat menyimpan uang persediaan.
Sedangkan digital payment adalah pembayaran dengan ekanisme over booking/pemindah bukuan dari rekening pengeluaran secara elektronik dengan kartu debit/cash management system (CMS) atau pendebetan kartu kredit pemerintah ke rekening penyedia barang/jasa, dalam rangka penggunaan uang persediaan melalui sistem marketplace.
Sistem marketplace dikembangkan oleh DJPb dengan mengadopsi marketplace yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia. Terdapat tiga bank plat merah yang tergabung di dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang bekerja sama di dalam sistem marketplace, yaitu Bank BRI, Mandiri, dan BNI. Penggunaan sistem marketplace di Kabupaten Buleleng sampai dengan triwulan I tahun 2021 menunjukkan tren yang positif. Hal ini ditandai dengan telah terdaftarnya 98 vendor UMKM oleh masing-masing satker di platform marketplace Bank Himbara. Total transaksi satker yang menggunakan marketplace sebanyak 131 transaksi dengan nilai transaksi sebesar Rp348.309.462.
Pemakaian sistem marketplace untuk penyedia barang/jasa memiliki banyak manfaat, di antaranya adalah pembayaran yang lebih pasti, peluang menjadi rekanan dibanyak satker, dan mendapatkan fasilitas pembiayaan dari bank. Pemakaian marketplace oleh penyedia barang memberikan kepastian mengenai arus kas. Selanjutnya, pemakaian marketplace oleh UMKM membuka peluang UMKM untuk dapat menjadi supplier lebih dari satu satker.
Hal ini dimungkinkan karena UMKM yang didaftarkan oleh salah satu satker juga dapat dilihat oleh satker lain. Dengan penggunaan marketplace, satker cukup membuka platform dari masing-masing bank kemudian mencari barang yang dibutuhkan serta membandingkan harga sehingga jika UMKM dapat beroperasi secara efisien dan memberikan harga yang kompetitif maka dapat menjadi penyedia barang/jasa lebih dari satu satker.
Penggunaan marketplace oleh UMKM juga membuka peluang mengembangkan bisnis ke tahapan selanjutnya, yaitu scale up. Selama ini UMKM terbentur masalah klasik soal pendanaan yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis untuk pembelian peralatan. Dengan pemakaian marketplace, maka perbankan khususnya dimana penyedia barang/jasa membuka rekening memiliki referensi dalam pemberian kredit kepada UMKM yang kredibel sehingga dengan pemakaian marketplace dapat memberikan nilai tambah kepada UMKM untuk terus tumbuh sehingga dapat menembus pasar regional.
Penulis Kepala Sub Bagian Umum KPPN Singaraja