Ilustrasi. (BP/Dokumen Swara Tunaiku)

MANGUPURA, BALIPOST.com –  Pembangunan Kondominium Hotel (Kondotel) di Kabupaten Badung ditenggarai banyak yang berkedok rumah susun. Upaya ini dilakukan untuk mensiasati aturan yang ada.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Badung I Wayan Adi Arnawa saat memimpin rapat terkait pengaturan dan pembinaan pembangunan Kondominium Hotel (Kondotel), Kamis (10/6), tak menampik banyak kondotel berkedok rumah susun umum. Ini, menurutnya, juga merupakan suatu pelanggaran.

“Padahal, rumah susun terdapat beberapa jenis yakni, rusun umum untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki keterbatasan daya beli. Kemudian, rusun khusus yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan khusus, misalnya korban bencana, daerah perbatasan dan pondok pesantren,” ungkapnya.

Berbeda dengan Kondotel yang dibangun untuk dijual ke konsumen kelas menengah ke atas. Sekda Adi Arnawa mengatakan untuk mendapatkannya, konsumen rusun ini tidak mendapatkan bantuan dan kemudahan oleh pemerintah. Terdapat juga Rusunawa atau rumah susun sewa yang diperuntukkan bagi masyarakat yang menghuni secara sewa.

Baca juga:  BRI Dorong Pengembangan Ekonomi Lokal lewat Pemberdayaan Desa

“Ke depannya perlu secepatnya mengadakan perubahan regulasi dan ini harus diatasi. Kita harus evaluasi, dari evaluasi ini kita akan mengetahui beberapa kriteria item yang wajib dipenuhi. Sehingga, nanti di lapangan kita terapkan agar kesalahan yang sebelumnya cepat kita perbaiki dan tidak kecolongan lagi,” jelasnya.

Adi Arnawa mengatakan, pengaturan dan pembinaan pembangunan kondotel diarahkan untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna lahan atau tanah. Selain itu, juga untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan menunjang kebutuhan sarana akomodasi hotel.

Baca juga:  Jika Kasus COVID-19 Terus Melandai, Denpasar akan Gelar Lagi Denfest

“Pengembang wajib memberikan 20 persen kepada masyarakat umum tapi kenyataan di lapangan berbeda. Masyarakat tidak mendapat sesuai dengan peraturan yang ada,” katanya.

Kadis Perkim AA Ngurah Bayu Kumara Putra mengatakan, secara hukum organisasi, kondotel itu dianggap sah. Namun, bukan berarti sebagai rumah susun.

Sebab kriteria berdasarkan undang-undang ada empat. “Setiap pembangunan rumah susun komersial wajib membangun rumah susun umum sebesar 20 persen,” jelasnya.

Ia menjelaskan, apabila tidak diikuti maka tindak pidana minimal 2 tahun dan maksimal denda 2 miliar akan dikenakan. Setiap orang membangun rumah susun umum harus menyediakan fasilitas umum, apabila tidak dilakukan itu maka ditindak pidana.
“Saya membuat lahan teknis agar dipertimbangkan sebaiknya siapa yang menentukan termasuk rumah susun atau tidak. Jangan sampai di kemudian hari dia membangun rumah susun di perumahan malah dipergunakan untuk hotel dan mengelabui Dinas PUPR,” ujarnya.

Baca juga:  Kematian Pasangan Matsuba, Forensik RSUP Sanglah Belum Bisa Tentukan Penyebabnya

Disebutkan, secara teknis bangunan sama aja seperti rumah namun fungsinya sebagai hotel maupun villa yang difungsikan lebih mewah. “Kami sudah mengkaji secara hukum bahkan kita sudah mengubah Perda No 2. Ke depan sebelum ini jadi perda, permohonan pembangunan rumah susun ditunda sampai ada regulasinya,” pungkasnya. (Parwata/balipost

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *