Ngurah Weda Sahadewa. (BP/Istimewa)

Oleh Ngurah Weda Sahadewa

Sesuatu yang disebut sebagai pariwisata internasional dapat ditelusuri dari dua sisi penting dan utama jika dilihat dari sudut pandang kepariwisataan itu sendiri. Kekuatan kepariwisataan internasional dapat ditelusuri dari dua hal tersebut antara lain pertama, kemandirian kepariwisataan serta yang kedua adalah kekuatan yang implisit terdapat dalam keadaan internal masyarakatnya.

Kemudian jika dilanjutkan maka akan terlihat bahwa dunia kepariwisataan tidaklah mungkin tanpa kedua kekuatan tersebut.

Kekuatan yang pertama akan dapat dikaji secara mendasar dengan menempatkan kekuatan kemandirian sebagai pintu masuk dari kedatangan para wisatawan mancanegara ataupun internasional itu. Kedua, patut dimengerti bagaimana kekuatan yang pertama menunjukkan kekuatan riil dari masyarakatnya yang dapat memberikan kenyamanan terhadap dunia pariwisata untuk dapat berkontribusi tidak hanya dari sisi perekonomian namun juga dari sisi kesehatan sekalipun bersifat tidak secara langsung.

Ketika dunia pariwisata disadari sebagai salah satu sumber pemasukan terbesar bagi perputaran roda perekonomian maka perlu disadari lebih dalam lagi bahwa keberadaaan dunia pariwisata ternyata tidaklah statis. Semua pihak terkait patut mengerti kenyataan ini jika banyak pihak pada dasarnya terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dengan dunia pariwisata tersebut.

Baca juga:  Jika Pandemi Kondusif, Menparekraf Sebut Indonesia Berpotensi Datangkan Jutaan Wisman

Pada dasarnya sebagai bentuk dasar dari pariwisata internasional itu menunjukkan kedua kekuatan itu dapat diselaraskan dengan keadaan kepariwisataan internasional yang masih penuh dengan ketakutan untuk mengambil resiko sebagai konsekuensi dari kenyataan pandemi Covid-19 ini. Sekalipun demikian, tidak sepantasnya kenyataan tersebut untuk saat ini menyurutkan semangat dalam membangun kepariwisataan yang lebih memberikan keampuhan multidimensi dalam menanggulangi Covid-19 tersebut secara tidak langsung.

Pada dasarnya bahwa dasar dari pariwisata internasional di era pandemi Covid-19 seperti sekarang berpatokan kepada dua kekuatan di atas tadi dengan memberikan catatan serius bagaimana ekonomi secara kritis dapat ditanggulangi berkenaan dengan kenyataan pariwisata internasional yang masih belum bersedia untuk menanggung resiko yang sangat besar dari penyebaran Covid-19. Untuk itulah maka perlu adanya perhatian yang lebih mengarah kepada bagaimana pergerakan arus wisatawan dari waktu ke waktu untuk segera ditampilkan beserta dengan kenyataan yang ada di lapangan terkait dengan kesiapan secara menyeluruh dari dua kekuatan di atas untuk dapat menyambut para wisatawan dengan segera.

Baca juga:  Pariwisata Nusantara Versus Wisata Ramah Muslim

Memang, menyambut para wisatawan dapat saja sebagai bentuk pepesan kosong jika para wisatawan tak kunjung datang melainkan justru kenyataan seperti inilah sebagai bentuk kesiapsiagaan baru dalam dunia pariwisata yang memang tidak lagi seperti dahulu ataupun seperti biasanya lagi. Oleh karena itulah dunia kepariwisataan perlu dibarengi oleh tindakan hospitality yang lebih up to date dalam menyesuaikan dengan kenyataan yang ada saat ini sehingga keramahtamahan dalam dunia pariwisata saat ini tetap dalam koridor yang mengedepankan kesehatan dengan tidak melupakan untuk meningkatkan pemberdayaan dari dua kekuatan di atas tersebut.

Pemberdayaan dari dua kekuatan di atas tersebut dapat menjadikan suatu proyek baru dalam meningkatkan pendapatan rakyat yang terlibat dan sekaligus dapat dijadikan sebagai petunjuk penting atas kesiapan Indonesia kepada dunia internasional dengan catatan bahwa terdapat garansi yang tidak ditawar-tawar lagi atas kesiapan secara menyeluruh bagi penyambutan para wisatawan tersebut. Kenyataannya adalah belum ada suatu sosialisasi evaluasi yang menyeluruh atas kesiapan tersebut sehingga tidak ada target yang dapat dijadikan sebagai ukuran atas evaluasi yang akan ataupun mau dilakukan.

Baca juga:  Menyambut Asesmen Kompetensi Minimum

Hal ini menandakan belum adanya sosialisasi secara sistematis dengan melibatkan koordinasi yang menyeluruh pula. Untuk itulah perlu dan penting untuk selanjutnya dalam menyikapi keadaan yang ada dengan mengadakan perbaikan yang bersifat menyeluruh terhadap kesiapan tersebut sehingga mampu memberikan kepercayaan diri baik bersifat internal dan eksternal.

Konsekuensinya bukan sekedar sanksi melainkan jauh lebih penting adalah adanya garansi yang total terhadap kesiapan dalam negeri yang memungkinkan untuk pembukaan pariwisata internasional secara bertahap. Oleh karenanya bukan kekhawatiran jika terjadi pembukaan tersebut melainkan adanya tingkat sosialisasi yang sistematis atas evaluasi kesiapan yang dilakukan untuk itu. Konsekuensinya yang diharapkan adalah tidak terjadi dugaan atas adanya pemberi harapan palsu bagi sektor pariwisata yang dalam hal ini pariwisata Bali (Bali Post, 2 Juni 2021).

Dosen Fakultas Filsafat UGM

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *