Prof. Ratminingsih. (BP/Istimewa)

Oleh Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.

Beberapa waktu lalu media sosial dihebohkan dengan aksi heroik anak kecil berusia 6 tahun, bernama Adrian. Dia dengan gagah berani membuka akses jalan macet untuk memberikan kesempatan pada mobil ambulans yang sedang membawa pasien sakit jantung.

Aksi tersebut mengundang decak kagum banyak pihak, karena tanpa disuruh oleh siapapun seorang anak kecil menunjukkan nilai karakter penolong.  Walau masih belia dan belum banyak mengenyam pendidikan, dia memiliki insting membantu yang sangat kuat. Bagaimana dengan kita yang sudah lama mengenyam pendidikan?

Tidak sedikit dari kita mungkin memilih cuek dan abai terhadap sirene yang notabene sudah memberikan isyarat agar kita segera menepi karena ada yang gawat sedang lewat. Ada pula yang dengan sengaja seolah tidak mendengar sirene agar mobil atau motornya segera bisa lewat atau bahkan ikut ngebut dan tidak memberikan kesempatan ambulan lewat. Belajar dari Adrian kecil, mestinya malu bila tidak sensitif dengan lingkungan sekitar.

Baca juga:  Peran Guru dalam Pendidikan Kejujuran

Salah satu tujuan pendidikan adalah membuat peserta didik memiliki kompetensi kognitif yang biasanya ditunjukkan dengan capaian skor yang tinggi. Menjadikan peserta didik pintar dalam bidang studi atau pelajaran yang dipelajari memang sangat penting, karena pendidikan bertujuan mengembangkan pengetahuan peserta didik.

Namun demikian, kepintaran semata belumlah lengkap bila mereka hanya menomorsatukan kemampuan kognitif saja alias skor yang tinggi dalam pengetahuan. Fokus pendidikan pada pengembangan kompetensi kognitif semata, akan dapat menjadikan peserta didik sebagai pribadi yang arogan atau sombong, yang menekankan pada egosentris, tidak mau mengalah dan selalu mau menang sendiri dan tidak peka pada lingkungan sekitar.

UU No 20 tentang Sisdiknas menegaskan bahwa pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Baca juga:  Logika Pemilih dalam Kompleksitas Pemilu Serentak

Pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan adalah pribadi yang percaya akan adanya Tuhan yang menciptakan alam semesta beserta isinya, sehingga setiap pribadi wajib hukumnya untuk mengedepankan ajaran ketuhanan yang universal, yakni menekankan kepada kebaikan yang berlaku untuk sesama tanpa memandang perbedaan agama dan ras.

Selanjutnya, tugas para guru adalah agar menanamkan dan mengembangkan akhlak mulia, yakni perilaku-perilaku yang tidak melanggar ajaran ketuhanan dan kemanusiaan, yaitu perilaku yang beretika dan beretiket. Perilaku beretika adalah perilaku-perilaku yang bermoral, sedangkan perilaku yang beretiket adalah perilaku yang mengedepankan sopan santun.

Belakangan banyak disuguhkan ceramah-ceramah yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku beragama dan berpendidikan tinggi tetapi dilakukan dengan cara yang kurang bijak dengan menjelekkan, merendahkan, dan menghina agama lain untuk meninggikan agama tertentu. Hal ini bukan saja menunjukkan perilaku yang tidak beretika tetapi juga tidak beretiket. Apalagi kalau dilakukan oleh mereka yang berpendidikan tinggi, hal ini menjadi tamparan keras bagi kegagalan dunia pendidikan.

Baca juga:  Berkesenian, Membentuk Karakter Anak Bangsa

Selanjutnya pendidikan juga dimaksudkan untuk menjadikan warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Hal ini mengindikasikan bahwa peserta didik memiliki kebebasan beragama, berpendapat, menentukan pilihan, dan bahkan mengunggah konten digital pada media sosial. Namun tetap dilakukan secara bertanggung jawab dan dalam koridor hukum yang berlaku di Indonesia. Mencermati tujuan pendidikan tersebut, jelas bahwa pendidikan Indonesia dilandasi oleh ideologi pancasila yang menekankan pada karakter pancasilais. Oleh karena itu, dunia pendidikan hendaknya terus berbenah dengan mengedepankan dan mengembalikan khazanah pendidikan pada pembentukan karakter pancasilais, yang berlaku secara universal sebagai muara akhir pendidikan.

Penulis Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *