I Dewa Made Agus Arsana Dwipa, SST. (BP/Istimewa)

Oleh I Dewa Made Agus Arsana Dwipa, SST

Kontraksi ekonomi Bali dapat dilihat secara nyata dampaknya terhadap kondisi ketenagakerjaan dan kemiskinan di tahun 2020. Tingkat pengangguran terbuka berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali pada kondisi Agustus 2020 meningkat menjadi 5,63 persen dibandingkan tingkat pengangguran terbuka Agustus 2019 yang hanya sebesar 1,57 persen.

Pengangguran akibat Covid-19 mencapai 98,18 ribu orang, sementara tidak bekerja mencapai 72,19 ribu orang, dan pengurangan jam kerja dialami oleh sekitar 648,25 ribu pekerja sebagai dampak pandemi Covid-19. Penurunan pada profil ketenagakerjaan di Bali kemudian berefek domino terhadap kemiskinan di Bali.

Persentase penduduk miskin di Bali pada September 2020 mencapai sebesar 4,45 persen mengalami peningkatan dibandingkan dengan September 2019 yang hanya sebesar 3,61 persen. Merespons permasalahan tersebut, pemerintah bersama pelaku industri pariwisata di Bali berkomitmen untuk menyiapkan lingkungan pariwisata dengan penerapan protokol kesehatan yang baik melalui sertifikasi Clean, Health, Safety and Environment (CHSE).

Penerapan konsep CHSE pada lingkungan pariwisata yang dimaksud tidak hanya pada objek wisata tetapi juga pada hotel, restoran, serta objek penunjang kepariwisataan lainnya. Untuk mewujudkannya, stimulus keuangan dari pemerintah menjadi tambahan modal bagi pelaku usaha untuk dapat melakukan restrukturisasi operasional sesuai standar CHSE.

Baca juga:  Menghidupkan Perempuan

Sementara, perbaikan pasar wisatawan yang telah dilakukan yakni dengan menyiapkan sejumlah insentif promosi untuk mendatangkan wisatawan serta insentif diskon untuk mengurangi spending berwisata. Namun upaya pemulihan pariwisata Bali masih terhambat dengan sejumlah regulasi terkait pengendalian penyebaran Covid-19 baik di tingkat nasional maupun internasional.

Penerapan sertifikasi CHSE telah disiapkan pelaku industri pariwisata sejak pariwisata Bali diwacanakan akan dibuka kembali pada triwulan III-2020 lalu. Kendati baru dibuka untuk wisatawan domestik, hal tersebut sudah membawa angin segar bagi ekonomi Bali yang mampu menghasilkan capaian ekonomi 36,4 triliun rupiah (dihitung atas dasar harga konstan 2010/ADHK 2010), lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya saat aktivitas pariwisata masih tutup total.

Meski dibandingkan dengan triwulan III-2019 (year-on-year), ekonomi Bali masih kontraksi. Pencapaian ekonomi Bali pada triwulan berikutnya kembali mampu menciptakan nilai yang lebih besar yakni sebesar 36,7 triliun rupiah (ADHK 2010). Pencapaian pada triwulanan ini didukung adanya momen liburan panjang Nataru yang mampu mendongkrak aktivitas pariwisata di Bali.

Baca juga:  BPS Lansir Neraca Perdagaan Indonesia Alami Surplus

Namun, pada triwulan I-2021, Bali sepertinya kesulitan untuk meraih capaian ekonomi yang lebih besar. Bahkan total ekonomi yang tercipta hanya sebesar 34,8 triliun rupiah, lebih kecil dari capaian triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi yang dijadikan sebagai barometer di tingkat internasional yaitu pertumbuhan ekonomi secara year-on-year atau dengan membandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Sehingga tingkat perkembangan ekonomi antar regional dapat dikomparasikan secara internasional.

Di masa pandemi, pertumbuhan ekonomi bahkan memiliki makna lebih karena juga menjadi indikator tingkat keberhasilan pengendalian pandemi Covid-19 di suatu wilayah. Dengan demikian, kiranya pertumbuhan ekonomi Bali yang membaik akan dapat menimbulkan citra positif di mata internasional sehingga akan berpengaruh terhadap minat wisatawan utamanya wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Bali di masa pandemi yang masih berlangsung.

Kembali pada capaian ekonomi pada triwulan I-2021 yang sebesar 34,8 triliun rupiah. Nilai tersebut masih terpaut sekitar 0,9 triliun rupiah dibawah capaian triwulan II-2020 atau sekitar -2,8 persen. Sehingga secara matematis, ekonomi Bali berpeluang mencapai pertumbuhan positif pada triwulan II-2021 apabila capaian ekonomi mampu melebihi 35,7 triliun rupiah. Optimisme tersebut sepertinya ada, dengan berlangsungnya momen hari raya Galungan Kuningan dan Lebaran yang biasanya menjadi katalis positif bagi ekonomi Bali.

Baca juga:  Bali Jangan Hanya Andalkan Pariwisata

Kemudian, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan selanjutnya, pemerintah telah mewacanakan pembukaan kembali pariwisata Bali untuk pasar wisatawan mancanegara pada Juli mendatang. Untuk mempersiapkan hal tersebut, peran bersama antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat di Bali menjadi sangat penting.

Perluasan partisipasi dan cakupan penerapan protokol CHSE serta keberhasilan program vaksinasi Covid-19 untuk perluasan wilayah zona hijau menjadi dua wadah bagi para pelaku industri dan masyarakat di Bali untuk berkontribusi dalam pemulihan pariwisata Bali. Sembari menunggu terbukanya pasar wisatawan mancanegara, program-program dalam skala apapun yang memantapkan pasar wisatawan domestik tentunya akan memunculkan demand paling tidak secara mikro bagi sebagian pelaku industri pariwisata di Bali.

Penulis Statistisi Ahli Pertama di Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *