DENPASAR, BALIPOST.com – Salah satu mantan pejabat di Setda Provinsi Bali, I Nyoman Pasek Suwarsana, Kamis (17/6) diadili kasus dugaan korupsi. Sebagaimana dalam surat dakwaan JPU Purwanti Murtiasih, di hadapan majelis hakim pimpinan Made Putra Astawa, terdakwa diduga melakukan korupsi dengan membuat laporan fiktif saat menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) pada Biro Aset Sekretariat Daerah Provinsi Bali TA. 2016.
Diuraikan jaksa, bahwa terdakwa yang mantan BPP pada Biro Aset Provinsi Bali, diduga menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan dalam pengelolaan atau penyimpangan pada pelaksanaan dan penatausahaan Belanja Anggaran Daerah di Setda Provinsi Bali TA. 2016. Ulah terdakwa bersama I Wayan Wiantara, SP., mantan Bendahara Pengeluaran Setda Proivinsi Bali (sudah divonis lima tahun), mengakibatkan kerugian keuangan negara atau daerah.
Modusnya, melakukan penatausahaan keuangan secara proforma yaitu dengan menatausahakan keuangan tidak menggunakan bukti pengeluaran yang sah. Di mana terdapat pemberian panjar dari BP (Bendahara Pengeluaran) kepada BPO Biro Aset yang dicatat dalam BKU BP dan BPP namun tidak disertai dengan pemberian uang tunai (panjar titipan) yang seharusnya BPP mengembalikan sisa panjar senilai Rp676.094.899,00 kepada BP atas sisa panjar yang diberikan Bendahara Pengeluaran Setda dikurangi dengan realisasi belanja Biro Aset.
Namun BPP Biro Aset I Nyoman Pasek Suwarsana seolah-olah telah mengembalikan sisa panjar tersebut kepada Bendahara Pengeluaran Setda berdasarkan kuitansi pengembalian fiktif tertanggal 30 Desember 2016 senilai Rp.676.094.899,00. tetapi pada kenyataannya jumlah uang yang dikembalikan ke BP hanya senilai Rp50.000.000,00, sehingga masih terdapat sisa panjar yang belum dikembalikan oleh BPP Biro Aset kepada BP senilai Rp.626.094.899,00 (Rp.676.094.899,00 – Rp50.000.000,00) dan ini merupakan Kerugian Keuangan Negara. Nah, dari sanalah Pasek Suwarsana bersama Wiantara (sudah vonis) membuat laporan fiktif seolah-olah sudah mengembalikan dana panjar itu.
Yang menarik, sebelumnya dalam perkara Wiantara juga dijelaskan BP Setda Provinsi Bali (Wiantara) melakukan pencairan UP dan GU tidak berdasarkan kebutuhan biro dan mencairkan seluruh cek tanpa persetujuan Pengguna Angggaran serta belum melakukan penyetoran ke kas daerah dan menggunakan dana UP (uang persediaan) TA 2016 untuk kepentingan pribadi senilai Rp. 3.016.910.628,00. Bendahara pengeluaran menggunakan dana UP TA 2016 untuk membayar ketekoran kas TA 2015 senilai Rp 455.660.550,-, sehingga tidak sesuai dengan peruntukannya. Dan BP Setda Provinsi Bali menggunakan dana UP untuk BOP KDH senilai Rp. 1.545.440,- dengan cara memberi lebih dalam pembayaran panjar untuk biaya penunjang KDH. (Miasa/Balipost)