JAKARTA, BALIPOST. com – Perbandingan perkembangan penanganan pandemi tahun 2020 dan 2021 harus menjadi pembelajaran. Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menyampaikan beberapa hal yang dapat dipetik sebagai pembelajaran untuk memilah hal-hal yang perlu dihindari dan ditingkatkan. Serta inovasi dan intervensi kebijakan yang akan diterapkan termasuk peningkatan kualitas SDM menjadi modal yang kuat memperbaiki penanganan pandemi.
Pembelajaran pertama, dari kenaikan kasus pada perbandingan dua tahun itu dalam periode yang sama. Kenaikan kasus minggu keempat sangat signifikan mencapai 112,22%. Angkanya sangat signifikan periode yang sama tahun 2020, sebesar 93,11%. Sementara perbandingan minggu ketiga, kenaikan tahun ini berkisar di angka 50%. Sementara tahun lalu angkanya mencapai 80%.
“Kenaikan signifikan tahun ini, terjadi karena kenaikan minggu keempat sangat signifikan. Dalam 1 minggu saja, terjadi kenaikan hampir 2 kali lipat. Hal ini menyebabkan perbedaan signifikan dari minggu sebelumnya,” memberi keterangan pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Kamis (17/6/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Pembelajaran kedua, perbandingan signifikansi kenaikan kasus pada minggu keempat, tahun 2020 masih lebih tinggi dari 2021. Contohnya, lonjakan kasus di Jawa Tengah dengan angka kenaikan tertinggi paska Idul Fitri, baik di tahun 2020 mencoaai 758% dan tahun 2021 mencapai 281,59%.
“Hal ini dapat terjadi karena pada tahun lalu, Indonesia masih berada pada tahap awal penanganan pandemi. Kita masih menyesuaikan diri terhadap situasi, dalam melakukan penanganan COVID-19 yang tentunya masih serba terbatas dan memicu kenaikan ke lebih tinggi,” katanya.
Namun, jika melihat lebih dalam, meski tahun 2021 tidak mengalami persentase kenaikan sebesar tahun lalu, beberapa kabupaten/kota tertentu mengalami lonjakan dalam rentang waktu singkat. Seperti di Bangkalan, Kudus, Pati, Jepara, Bandung dan Kota Cimahi. Hal ini menandakan bahwa dalam melihat situasi tidak hanya cukup menilai di tingkat provinsi saja.
Namun perlu melakukan penilaian di tingkat kabupaten/kota. Jika terdapat kabupaten/kota menunjukkan kenaikan signifikan, maka harus segera ditangani agar tetap terkendali, sehingga tidak meningkatkan kasus di tingkat provinsi maupun tingkat nasional.
Pembelajaran ketiga, provinsi Bali dan Sulawesi Selatan pada tahun 2020 masuk 5 besar kenaikan tertinggi, pada tahun 2021 posisinya digantikan DI Yogyakarta dan Jawa Barat. Sehingga di tahun ini provinsi 5 besar seluruhnya dari Pulau Jawa yakni Jawa Tengah, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat.
Dan mengingat 5 provinsi ini adalah daerah asal dan tujuan mudik, maka kenaikan tertinggi ini dapat dikaitkan dengan mobilisasi masyarakat selama periode libur Idul Fitri. Faktanya, meskipun sudah diberlakukan periode peniadaan mudik sebelum dan setelah Idul Fitri, mobilitas arus mudik dan arus balik Jabodetabek tetap meningkat signifikan. Mobilitas pun juga terjadi dalam kota dimana terjadi peningkatan mobilitas masyarakat ke pusat perbelanjaan selama periode Idul Fitri.
Adanya periode penambahan arus balik ke Jabodetabek selama 1 Minggu paska Idul, dapat menyebabkan periode dampak yang ditimbukjan menjadi 1 sampai 2 Minggu. Dampak dari suatu periode libur panjang biasanya terjadi 4 – 6 Minggu lamanya, namjndengan adanya periode tambahan ini, bisa saja dampak dari pwridoe Idul Fitri ini bisa saja bertahan selama 7 – 8 minggu.
Dan keadaan di tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Dimana tahun 2021 masyarakat sudah lelah setelah berjibaku dengan pandemi selama lebih dari 1 tahun. Sementara keinginan untuk menjalani kehidupan normal, dan menjalankan roda ekonomi harus dilakukan.
“Untuk itu seluruh lapisan masyarakat perlu gotong royong dan bahu membahu menghadapinya. Pemerintah perlu untuk terus menguatkan penanganan hingga level terkecil dengan melakukan tindakan-tindakan konkrit dalam waktu genting, dan masyarakat perlu menerapkan protokol kesehatan,” pungkas Wiku. (Agung Dharmada/Balipost)