JAKARTA, BALIPOST,com – Pandemi COVID-19 berisiko menambah populasi yatim piatu di Indonesia. Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara periode 2018-2020, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan hal itu dengan alasan, apabila pandemi Covid-19 tidak disikapi secara maksimal.
“Data 5 Juni 2021 di India ada 3.632 anak terpaksa menjadi yatim piatu karena kedua orang tuanya meninggal akibat COVID-19, dan ada 26.176 anak yang kehilangan salah satu orang tuanya karena penyakit ini. Beberapa pihak bahkan menduga angkanya lebih tinggi lagi dari yang dilaporkan saat ini,” katanya dalam pernyataan secara tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu mengemukakan laju kasus COVID-19 di Tanah Air hingga Minggu (20/6) sudah menembus angka 13.737 jiwa. Yang lebih gawat adalah angka terkonfirmasi positif berdasar PCR lebih 40 persen. “Angka yang luar biasa tingginya,” katanya.
Menurut Tjandra, sisi lain dari angka statistik yang ada, yaitu dampak langsung pada yang sakit dan keluarganya, khususnya anak-anak yang harus kehilangan ayah atau ibunya yang meninggal karena sakit COVID-19. “Cukup banyak dari mereka yang meninggal terjadi karena peningkatan kasus dan kematian di India pada April hingga Mei 2021 ini,” katanya.
Menurut Tjandra, beberapa pihak menyebut hal ini sebagai dampak membekas yang amat menyedihkan akibat pandemi atau tragic legacy of India’s pandemik. “Mudah-mudahan jangan sampai terjadi di negara kita yang kasusnya sedang terus meningkat,” katanya.
Dikatakan Tjandra, pemerintah India menyediakan anggaran yang relatif besar untuk kehidupan anak-anak yang kehilangan orang tua. “Tetapi ‘nasi sudah menjadi bubur’, anak-anak sudah kehilangan orang tuanya, jangan sampai hal seperti ini terjadi di negara kita,” katanya.
Tjandra menambahkan COVID-19 bukan hanya masalah kesehatan masyarakat, bukan hanya tentang pandemi, bukan hanya tentang dampak sosial ekonomi, tetapi ini adalah masalah mendasar kemanusiaan.
Kasus yang masih terus meningkat di Indonesia, kata Tjandra, harus segera dikendalikan. Salah satu upaya utamanya adalah dengan memperketat lagi pembatasan sosial secara nyata. “Kasus sudah meningkat beberapa kali lipat, maka kegiatan pembatasan sosial juga harus beberapa kali lipat lebih ketat lagi, tidak bisa hanya meneruskan program yang lama saja. Pengetatan secara nyata harus dilakukan agar jangan sampai terus jatuh korban secara menyedihkan,” kata Tjandra. (Kmb/Balipost)