MANGUPURA, BALIPOST.com – Pemandu wisata jalanan atau disebut dengan istilah Gacong, kembali dilakukan pembahasan, Rabu (23/6). Pembahasan ini difasilitasi oleh camat Kuta Selatan dengan dihadiri sejumlah anggota DPRD Badung, Plt Kepala Dinas Pariwisata Badung, Kasatpol PP Badung, Dinas Perhubungan, dan stakeholder terkait.
Dalam pertemuan terungkap kalau eksisnya gacong, diyakini akibat dari adanya usaha watersport yang menggunakannya. Oleh karena itu, usaha-usaha watersport ‘nakal’ tersebut dipandang penting untuk turut menjadi atensi. “Seperti pribahasa, ada gula ada semut. Nah, jika mata rantai itu bisa kita potong, saya yakin persoalan gacong jalanan akan bisa segera dituntaskan,” kata anggota DPRD Badung sekaligus Bendesa Adat Tanjung Benoa Made ‘Yonda’ Wijaya usai pertemuan.
Saat ini, upaya penertiban gacong tinggal melakukan action di lapangan. Sebab, cara-cara menawarkan jasa watersport yang kurang bagus ini perlu dievaluasi sehingga tidak sampai merusak citra pariwisata.
Dia berharap, para gacong bisa mencari alternatif sumber pendapatan lain yang lebih baik. Yang tentunya tidak bertentangan dengan aturan berlaku, ataupun tidak menimbulkan gangguan dan keresahan di masyarakat. “Kalau memang mau bekerja, 23 perusahaan watersport di Tanjung Benoa saya yakin siap untuk menampung,” ucapnya.
Usaha watersport di wilayah Kuta Selatan yang terbukti ‘kong kali kong’ dengan gacong, diancam sanksi. Yaitu berupa penghentian operasional sementara hingga tetap.
Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan rapat pembahasan strategi penanganan gacong di Kantor Camat Kuta Selatan. Bukan hanya itu, sanksi adat juga turut membayangi para pengusaha watersport nakal.
Misalnya jika usaha bersangkutan menggunakan lahan Desa Adat Tanjung Benoa, akan dilakukan evaluasi terhadap pemanfaatannya. “Jadi setelah rapat ini, dengan keterlibatan berbagai pihak terkait, akan mulai dilakukan langkah penindakan atau penegakan hukum. Itu akan dilakukan dengan pola dari hulu ke hilir,” ucap Camat Kuta Selatan Ketut Gede Arta.
Adapun pihak-pihak terkait yang dimaksudkannya itu adalah Satpol PP Badung dan Bali, Dinas Pariwisata, Dinas Perhubungan, DPMPTSP, Kecamatan Kuta Selatan, Kelurahan Benoa dan Tanjung Benoa, Koramil Kuta Selatan, Polsek Kuta Selatan, Gahawisri, serta desa adat. “Tentu dalam penegakan itu akan disesuaikan dengan tugas dan fungsi masing-masing,” sambung inisiator pelaksanaan rapat tersebut.
Plt Kepala Dinas Pariwisata Badung Cok Raka Darmawan menyebutkan kalau saat ini wisata tirta itu kewenangannya ada di Provinsi. Pihaknya di kabupaten, sebagai perpanjangan tangan mungkin bisa membantu dari sisi pembinaan. “Tapi kalau hal-hal yang misalnya menyangkut perizinan dan pelanggaran, itu ada di Provinsi,” ucapnya. (Yudi Karnaedi/balipost)