Areal bermain anak di kawasan Lapangan Puputan Badung Igusti Ngurah Made Agung, Denpasar, Kamis (24/6) telah dipasangi garis polisi. Pemerintah melakukan penutupan kawasan bermain ini untuk mencegah penyebaran Covid-19. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – PPKM mikro kembali diberlakukan bahkan lebih diperkuat sejak 22 Juni hingga 5 Juli. PPKM mikro secara ketat terutama di zona merah dengan sejumlah aturan baru terkait pembatasan kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan agama.

Penguatan PPKM Mikro ini, terutama di zona merah tentunya akan berimplikasi serius bagi kebangkitan ekonomi Bali. Seperti yang diutarakan Guru Besar Ekonomi dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas), Prof. IB. Raka Suardana, Rabu (23/6).

Ia mengatakan, PPKM Mikro diperketat membuat pelaku pariwisata harus kembali menahan diri. “Jangankan open border, Work From Bali (WFB) pun terancam tak berjalan,” ujarnya.

Dampaknya bagi ekonomi Bali makin berat. Proyeksi ekonomi triwulan 2 dan 3 pun tidak akan sesuai dengan target dan harapan. “Memang masih negatif atau terkontraksi tapi tidak separah triwulan pertama, namun dengan PPKM mikro akan berbeda dengan triwulan pertama. Tidak ada pergerakan orang yang merupakan pergerakan ekonomi, namun semua dilakukan karena pertimbangan dari sisi kesehatan,” ujarnya.

Baca juga:  Kasus Penembakan WN Turki, Empat WN Meksiko Divonis Lebih Ringan dari Tuntutan

WFB yang merupakan satu-satunya harapan pariwisata pun terancam. Jika WFB batal atau tidak jadi, maka harapan Bali meraih keuntungan positif dari kedatangan orang datang ke Bali, hilang lagi. “Itu (WFB) salah satu cara hotel yang selama ini tutup, bisa mempekerjakan karyawannya dan supplier hotel yaitu petani bisa hidup. Namun PPKM mikro, semua batal maka pergerakan ekonomi akan berkurang juga dengan pengetatan PPKM mikro ini,” ujarnya.

Rencana open border semakin tidak jelas. Bahkan menurutnya jika open border berjalan, masih ada harapan ekonomi Bali pulih. “Dengan catatan, kalau open border jadi, prokesnya harus ketat,” imbuhnya.

Baca juga:  Tahun Politik Rentan Penyalahgunaan Bansos

Akademisi Ekonomi UNHI, Putu Krisna Adwitya Sanjaya, Kamis (24/6) mengatakan, sebelum adanya PPKM Mikro, perekonomian Bali sudah cukup terpuruk karena hantaman badai Covid-19 selama tahun 2020. Secara rata- rata pertumbuhan ekonomi Bali -9,19%, terendah di Indonesia.

Dipastikan PPKM Mikro berdampak secara sosial ekonomi. Misalnya saja dengan adanya pembatasan jam operasional usaha atau bisnis dan juga kapasitas customer atau pengunjung yang berkunjung tentu akan mengurangi skala pendapatan usaha. “Akhirnya bisa membuat perekonomian Bali yang sudah sempat sedikit membaik  menjadi terkoreksi kembali,” ungkapnya.

Baca juga:  Bali Buka Data Pasien Bertatus Pengawasan Corona, Ini Jumlahnya

Meski terkesan tak bisa lagi bergerak, namun masih ada harapan ekonomi Bali bisa bertahan agar tidak terpuruk lebih dalam. Yaitu, memperkuat pengembangan ekonomi skala UMKM sebagai buffer penyangga perekonomian keluarga, digitalisasi bagi pelaku usaha/bisnis, sinergitas lintas sektor dan stakeholders dan mulai memperhatikan, menggarap bahkan mengembangkan sektor sektor produktif yang potensial.

Sementara menurut Raka Suardana, masih ada satu cara yang bisa dilakukan menggerakkan ekonom lokal Bali. Ia berharap pegawai yang masih memiliki penghasilan tetap seperti PNS, pegawai swasta yang masih bekerja, membelanjakan uangnya. Apalagi bulan Juni, gaji ke-13 PNS sudah cair. Mereka diharapkan membelanjakan uangnya untuk berbelanja produk lokal Bali agar ada sharing ekonomi. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *