SEMARAPURA, BALIPOST.com – Terpuruknya pariwisata Bali, juga berimbas terhadap PLN, sebagai penyuplai kebutuhan listrik pada akomodasi pariwisata. Penggunaan listrik turun dari awalnya beban puncak PLN, khususnya di Nusa Penida, rata-rata mencapai 10.000 Kwh turun hampir setengahnya, menjadi 5.100 Kwh.
Namun, PLN tetap berinovasi menyasar peluang lainnya yang masih bisa digarap. Seperti menyasar kerjasama pertanian dan perkebunan.
Manajer Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (MUP3) PLN Bali Timur, Andre Pratama Djatmiko, Jumat (25/6) mengatakan Program Agriculture ini sebagai salah satu terobosan PLN, guna menangkap peluang lain agar tidak bergantung pada pariwisata. Konsep ini, kata dia, sudah berjalan cukup baik di daerah Songan, Kintamani, Bangli.
Khususnya kepada para petani bawang, yang sebelumnya menggunakan genset untuk pompa saat menyiram dan memberikan pupuk. Sekarang sudah bisa langsung pakai listrik.
Program Agriculture ini punya banyak kelebihan. Selain lebih irit, juga tidak ada polusi. Baik polusi udara atau polusi suara.
Bahkan, konsep ini tidak hanya dipakai untuk pertanian saja. Tetapi juga dalam berkebunan. Misalnya dalam penggunaan alat sprinkler. “Kalau terkait perkebunan, ada juga programnya Smart Farming. Berkebun dengan memanfaatkan listrik. Misalnya, dalam pemberdayaan tanaman buah naga, petani bisa menggunakan lampu penerangan agar produksi buahnya lebih cepat tumbuh, dari awalnya musiman sekarang menjadi konsisten panen setiap bulan sepanjang tahun,” katanya.
Manajer PLN ULP Klungkung Komang Tria, menambahkan konsep-konsep kerjasama PLN dalam pengembangan pertanian dan perkebunan akan menjadi arah pengembangan PLN saat ini. Sebab, di tengah pandemi COVID-19, sangat sulit mengandalkan pariwisata yang nasibnya semakin tak menentu.
Konsep-konsep ini rencananya akan dikembangkan di Klungkung, khususnya di Nusa Penida. “Saya sudah komunikasi dengan sejumlah warga setempat. Kayak tempat tambak ikan, dulu sekarang pakai genset, sekarang sudah pakai listrik. Jauh lebih murah,” katanya.
Salah satu programnya nanti, adalah dalam pembuatan garam. Klungkung punya sejumlah setra pembuatan garam yang melibatkan petani lokal setempat, seperti di Desa Kusamba.
Ia mengaku sedang melakukan penjajakan dengan pihak petani dan Universitas Warmadewa dalam pembuatan garam berbasis listrik. Demikian juga di Watu Klotok, dulu di sana ada petani buah naga yang memanfaatkan lampu untuk penyerbukan, merangsang pohonnya agar segera berbuah.
Peluang-peluang seperti itu akan dikejar PLN untuk memanfaatkan listrik dalam konsep kerjasama. “Ada juga slip padi, sekarang sudah pakai listrik. Beban operasionalnya turun sampai 50 persen. Hanya saja kendalanya modal kadang tidak punya. Tetapi, kami bisa bantu untuk mendapatkan kredit lunak,” tegasnya. (bagiarta/balipost)