JAKARTA, BALIPOST.com – Lonjakan kasus COVID-19 di beberapa daerah, terutama di Jawa membuat tenaga kesehatan (nakes) kewalahan. Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) melaporkan kondisi nakes di sejumlah daerah dengan jumlah kasus COVID-19 yang melonjak semakin memprihatinkan.
“Masih banyak antrean pasien. Itu gambaran dari kondisi faktual yang ada. Ini peringatan buat kita. Dokter di hilir (ruang pelayanan darurat) di fasilitas layanan kesehatan punya keterbatasan baik secara fasilitas maupun sumber daya manusia (SDM) yang berkaitan dengan kondisi psikis mereka,” kata Ketua Tim Mitigasi Dokter PB IDI, Adib Khumaidi, Minggu (27/6), dikutip dari Kantor Berita Antara.
Menurut Adib, kondisi di rumah sakit saat ini semakin memprihatinkan dengan bertambahnya kasus terkonfirmasi positif COVID-19 pada dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Mereka pun memerlukan perawatan atau isolasi mandiri.
Kondisi ini menyebabkan keterbatasan tenaga untuk melakukan pelayanan, keterbatasan fasilitas dan SDM. Ia mengingatkan hal ini berpotensi menyebabkan pelayanan di rumah sakit menjadi kolaps.
Data yang dihimpun oleh Tim Mitigasi IDI,
berdasarkan laporan dari organisasi profesi kedokteran menyebutkan sudah 949 tenaga kesehatan yang wafat karena bertugas akibat COVID-19. Para tenaga kesehatan tersebut terdiri atas 401 dokter umum dan spesialis, 43 dokter gigi, 315 perawat, 150 bidan, 15 apoteker, dan 25 tenaga laboratorium medik.
Laporan itu disampaikan Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia sejak Maret 2020 hingga 26 Juni 2021.
“Dokter yang meninggal siang ini saja bertambah empat orang karena COVID-19. Memang jumlah kasus ini tidak sebanyak di Januari 2021 lalu,” katanya.
Adib mengatakan terdapat tenaga kesehatan yang kini sedang menjalani perawatan intensif serta isolasi mandiri. Sebanyak 503 tenaga kesehatan berada di Jawa Tengah, 231 dirawat di Yogyakarta, 163 di Surabaya.
“Perlu ada intervensi, tidak hanya andalkan di hilir. Sekarang kondisi sudah mengkhawatirkan jangan sampai pelayanan kesehatan kolaps. Kalau kalut bisa membahayakan,” katanya. (kmb/balipost)