AMLAPURA, BALIPOST.com – Pascakeluarnya Pergub No 1 tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi atau Destilasi Khas Bali, banyak warga menjadi perajin arak. Sayangnya, yang bermunculan tak hanya perajin arak tradisional tapi mereka yang menggunakan bahan baku gula pasir.
Melihat kondisi itu, pemerintah terus mengawasi pembuatan arak gula tersebut karena dinilai merugikan perajin arak tradisional. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Karangasem, I Wayan Sutrisna, mengatakan, selama ini pihaknya terus turun untuk melalukan pembinaan kepada perajin arak yang memakai bahan baku gula.
Ia mengatakan banyak perajin arak di Karangasem kini memakai bahak baku gula, bukan memakai bahan baku tradisional, seperti tuak aren, kelapa, dan ental.
“Kita akan terus melakukan pembinaan kepada perajin arak yang memakai bahan baku gula. Karena itu akan menjadi persaingan dari segi penjualan arak asli berbahan baku tuak dengan gula,” jelasnya.
Disebutkannya, harga arak berbahan baku gula jauh lebih murah ketimbang harga arak murni atau asli berbahan baku tuak. Dari segi kesehatan juga tidak bagus karena memicu penyakit gula.
Bupati Karangasem, I Gede Dana, mengatakan, pihaknya mulai melakukan penertiban para perajin arak berbahan gula pasir. Ia meminta supaya perajin beralih memakai bahan baku tuak tradisonal. “Kalau arak berbahan baku gula tidak diatur, yang diatur adalah arak berbahan baku tradisional tuak. Jadi, bahan baku yang dipergunakan harus bahan baku yang dihasilkan oleh masyarakat Bali,” katanya.
Gede Dana, menambahkan, pihaknya terus melakukan pembinaan agar mereka mau memakai bahan baku tuak. Sebab, bahan baku tuak masih mencukupi di Karangasem. “Kita ingin mereka paham cara berbisnis dengan baik tanpa merugikan orang lain,” jelasnya. (Eka Parananda/balipost)