Tangkapan layar zona risiko penyebaran COVID-19 di Indonesia. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tren peningkatan kasus COVID-19 di Bali belum melandai dalam sepekan terakhir. Bahkan, ada kecenderungan tambahan kasusnya terus naik dan ada di atas 200 kasus.

Kondisi penanganan pandemi yang mengarah pada penurunan ini, tak mengubah zona risiko Bali. Dari data Satgas Penanganan COVID-19 Nasional, per 27 Juni, warna zona risiko Bali masih orange.

Seluruh kabupaten/kota di Bali berada pada zona risiko penyebaran COVID-19 sedang. Ini artinya sudah tujuh minggu terakhir, 9 kabupaten/kota di Bali tetap setia ada di zona orange. Rinciannya, Jembrana, Tabanan, Badung, Denpasar, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem, dan Buleleng.

Dari data Satgas Penanganan COVID-19 Nasional yang diakses Rabu (30/6), terjadi kenaikan signifikan untuk zona merah secara nasional. Dari sebelumnya 20 kabupaten/kota (3,89 persen) menjadi 60 kabupaten/kota (11,67 persen).

Zona orange juga mengalami kenaikan  dari 298 kabupaten/kota (57,98%) menjadi 308 kabupaten/kota (59,92 persen). Untuk zona kuning atau risiko rendah mengalami penurunan dari 170 (33,07%) menjadi 129 kabupaten/kota (25,10 persen).
Untuk tidak ada kasus (zona hijau) juga mengalami penurunan dari 25 kabupaten/kota (4,86%) menjadi 16 kabupaten/kota (3,11%). Untuk zona tidak terdampak (zona hijau) tetap 1 kabupaten/kota (0,19%).

Baca juga:  Kenaikan Kasus COVID-19 Bali Masih Tinggi, Hanya 3 Wilayah Laporkan Tambahan

Tren Kenaikan Kasus

Melihat kondisi tren kenaikan kasus yang terjadi saat ini yang juga diikuti dengan upaya optimalisasi fungsi posko, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Prof. Wiku Adisasmito, mengajak masyarakat berpartisipasi dalam memperlambat laju penularan. Ia mengatakan terdapat dua aspek yang dapat dilakukan oleh masyarakat yaitu memetakan risiko beraktivitas dan mendukung sepenuhnya efektivitas kebijakan pemerintah.

Prof. Wiku Adisasmito dalam rilisnya, mengungkapkan pemetaan risiko aktivitas masyarakat perlu perhatian terhadap tiga aspek. Yaitu lokasi, kedekatan, dan waktu berlangsungnya aktivitas. ”Perlu diperhatikan, upaya pencegahan harus dilakukan secara serentak oleh seluruh anggota keluarga, untuk saling melindungi satu sama lain sehingga penularan di tingkatan keluarga dapat dihindari,” jelas Wiku.

Baca juga:  Kasus Baru Hampir Dua Ribu, Korban Jiwa COVID-19 Nasional Bertambah Belasan Orang

Merujuk pada kategorisasi WHO, terdapat panduan pemetaan aktivitas yang dapat diikuti oleh masyarakat sebagai upaya meminimalisasi pencegahan penularan COVID-19. Kategorisasi tersebut terdiri dari risiko lebih tinggi, risiko sedang, dan risiko rendah.

Kegiatan yang masuk ke dalam kategori risiko lebih tinggi jika tidak dilakukan dengan protokol kesehatan meliputi kontak fisik seperti berjabat tangan, makan di dalam ruangan tertutup, dan menghadiri atau melakukan aktivitas di tempat yang ramai. Selanjutnya, kegiatan yang masuk ke dalam kategori risiko sedang jika tetap mematuhi protokol kesehatan meliputi berkunjung ke kediaman orang lain, berkumpul dengan banyak orang di luar ruangan, mengunjungi rumah sakit/dokter, dan berkunjung ke fasilitas publik serta menggunakan transportasi umum.

Sedangkan kegiatan yang masuk ke dalam risiko rendah jika tetap mematuhi protokol kesehatan meliputi berdiam diri di rumah dan melakukan aktivitas di luar rumah dengan tetap menjaga jarak. Aktivitas masyarakat yang berisiko ini harus segera ditekan sekarang juga dan masyarakat juga harus mengingatkan orang lain, dimulai dari keluarga dan lingkungan terdekat agar risiko penularan dapat diminimalisir.

Baca juga:  Lambat Kucurkan Anggaran COVID-19, Bali dan Belasan Provinsi Dapat Teguran Keras Mendagri

Partisipasi masyarakat dalam membantu mengendalikan laju penularan Covid-19 dapat dilakukan dengan mendukung efektivitas PPKM Mikro melalui Posko sebagai pengendali Covid-19 setempat. Khusus untuk daerah-daerah kontributor kasus tertinggi nasional berturut-turut seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah diharapkan dapat memberikan kontribusinya dalam menekan jumlah kasus yang muncul sehingga dapat berdampak pada pengendalian kasus di tingkat nasional.

Selain itu, masyarakat juga harus disiplin dan bertanggung jawab dengan aturan yang sudah ditetapkan. Khususnya terhadap skenario pengendalian yang ditegakkan oleh unsur masyarakat terdasar yaitu Ketua RW dan Ketua RT yang dibantu oleh anggota PKK, Kader, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Karang Taruna. “Dengan kedisiplinan ini, maka masyarakat telah melindungi orang-orang terdekatnya serta komunitas di lingkungannya dari penularan Covid-19,” tegasnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *