DENPASAR, BALIPOST.com – Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian di Bali. Pusat perbelanjaan, mal, dan obyek wisata harus ditutup sementara, mulai 3 hingga 20 Juli.
“Ekonomi Bali akan semakin berat, pengusaha akan tambah galau. Apalagi kemungkinan open border akan mundur lagi,” kata Ketua DPD Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Bali, Panudiana Kuhn, Jumat (2/7).
Meskipun berat, namun ia mengaku akan mengikuti kebijakan tersebut. “Kalau tidak boleh ya .. tutup. Tapi kalau lihat negara lain yang lockdown, dikasih duit, ada bantuan ke masyarakat. Kita kan tidak,” kritiknya.
Selama hampir 1,5 tahun pandemi, kondisi dunia usaha memang sedang tidak bagus bahkan minus. Bali tahun lalu minus -12 persen lebih sedangkan triwulan I tahun 2021 minusnya 9,85%.
Ia berharap selain melakukan upaya penanganan kesehatan, masyarakat juga dibantu dari sisi pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sebab, selama pandemi, banyak warga yang bekerja dengan mengandalkan penghasilan harian.
General Manager Sankara Resort dan Spa Ubud, Wayan Parka mengatakan, pelaku usaha pariwisata telah menerapkan CHSE, menggunakan masker dan hand sanitizer juga disiplin. Bahkan, banyak hotel di Bali telah disertifikasi CHSE, termasuk melakukan vaksinasi. “Lalu what goverment expect us to do? (Apa yang pemerintah harap kami lakukan? red),” tanyanya.
Dengan adanya kebijakan PPKM darurat, mau tidak mau pelaku usaha khususnya pelaku pariwisata akan mengikuti. Tapi ia meminta pemerintah untuk beban biaya listrik, air, pajak, dan biaya hidup. “Pastinya kita akan menuruti. Jika itu merupakan kebijakan pemerintah, kita para pembayar pajak bisa bilang apa selain manut-manut saja,” katanya. (Citta Maya/balipost)