Putu Bagus Sastra saat berbagi ilmu melukis kepada teman-teman pada tahun 2020. (BP/Istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat COVID-19 direspons berbagai elemen di Bali dengan menghentikan sementara kegiatan yang menimbulkan kerumunan. Termasuk kegiatan kreatif anak anak di Desa Pemanis, Kecamatan Penebel Tabanan, dalam rangka menumbuhkan karakter, membangkitkan intuisi seni serta kepekaan lingkungan.

“Kegiatan ‘sekolah’ alam ini dihentikan sementara selama masa PPKM darurat agar tidak menimbulkan klaster baru, ” ujar penggagas kegiatan, seniman I Made Bakti Wiyasa, Kamis (8/6).

Proses transfer knowledge ini memanfaatkan teba kangin atau halaman belakang pekarangan rumahnya di Desa Pemanis. Dalam kegiatan yang sudah berlangsung setahun itu talenta anak anak di bidang seni rupa serta aksara dan bahasa Bali diasah.

Baca juga:  Askab PSSI Tabanan Tak Gelar Kongres

Proses belajar dan mengajar itu menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang ketat. Pesertanya, anak anak di lingkungan sekitar. Instrukturnya, I Made Wiyasa sendiri, tokoh masyarakat yang ahli di bidangnya, termasuk putranya I Putu Bagus Sastra yang sharing kemampuan di bidang seni rupa.

Saat berlangsung kegiatan, mereka menggunakan pakaian tradisional, bertujuan untuk menumbuhkan kebanggaan pada produk budaya lokal dan sekaligus melestarikannya.

Selama setahun ini, kata Bakti Wiyasa, kerinduan anak-anak belajar terlihat dalam proses belajar. Mereka bersemangat sambil jaga jarak di halaman belakang di bawah pohon duren dan perdu-perdu dan bunga kecil, di sela pudak, pohon kembang koning, mengkudu dengan akses bunga angrek tanah ungu. Suasana terasa layaknya sekolah alam di desa.

Baca juga:  Sejak Maret, Ratusan Pekerja Tabanan Ajukan Rekomendasi Paspor

Bakti Wiyasa yang juga kurator seni ini mengatakan, anak-anak wajib belajar dan daya kreatif mereka wajib bertumbuh. Ini kerja sosial dan pihaknya ingin berguna untuk itu. Yakni, menumbuhkan anak anak yang kreatif, puya daya kreatif sejak dini dan peka pada budaya serta lingkungan.

Kegiatan ini dirancang untuk mengembalikan waktu anak pada mereka sendiri, karena budaya gadget wajib pula diimbangi dengan kreativitas. Jangan sampai anak anak hanya menjadi korban atau pemakai HP saja, tapi anak anak perlu juga dididik agar menjadi kreator. (Subrata/balipost)

Baca juga:  Legalisasi Arak Bali Tingkatkan Serapan Tenaga Kerja Lokal
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *