Kadek Suartaya. (BP/Istimewa)

Oleh Kadek Suartaya

Pesta Kesenian Bali (PKB) digelindingkan Gubernur Bali Prof. Dr. Ida Bagus Mantra pada tahun 1979. Walau pada tahun-tahun awal penyelenggaraannya kurang bergaung, namun pada tahun 1990-an antusiasisme terhadap perhelatan seni ini sudah mulai mapan.

Sumringah pesta seni yang digelar di Taman Budaya Bali itu bukan saja menyita perhatian masyarakat Bali, akan tetapi juga menyeruak ke tataran nasional bahkan internasional. Bagi sebagian besar pegiat kesenian Bali sendiri, PKB menjadi ajang tahunan yang bergengsi unjuk kebolehan yang selalu disongsong sarat semangat. Sedangkan bagi masyarakat Bali pada umumnya, peristiwa ini menjanjikan kelangenan puspa ragam keindahan seni yang berona rekreatif.

Bila pesta seni budaya di daerah lainnya di Indonesia, penyelenggaraanya dalam setiap tahunnya tersendat-sendat bahkan akhirnya macet alias tak digelar lagi. Sebaliknya PKB bergulir konsisten dengan program acara kian variatif dan dengan tingkat apresiasi masyarakat terus meluas. Sampai penyelenggaraannya yang ke-40 tahun 2018, PKB tak kehilangan greget. PKB ke-41 tahun 2019 tetap gempita. Akan tetapi, tak dinyana dan tak diduga, PKB ke-42 tahun 2020 tidak digelar. Para seniman Bali terhenyak kecewa. Sebab musabab dibatalkannya PKB oleh Pemda Bali karena pandemi Kini, 2021, ketika Covid-19 belum juga kunjung landai, PKB XLIII digelar dengan format beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang tak menentu.

Baca juga:  Narasi Satwa untuk Pariwisata

Rindu dengan PKB sungguh dirasakan seniman dan masyarakat Bali ketika pesta yang merakyat ini ditiadakan tahun 2020. Saat itu, para pegiat seni yang minimal lebih dari enam bulan mempersiapkan diri harus rela meruntuhkan gemuruh hasratnya untuk menapak arena seni Art Center di Denpasar. Begitu pula masyarakat yang telah merencanakan hadir menyimak pawai, pagelaran, parade, lomba dan pameran seni lainnya merasa hampa kehilangan momentum. Di tengah amukan pandemi Corona tahun 2020 lalu, tampaknya dahaga terhadap percikan seni tidak bisa diabaikan. Ungkapan bahwa seni menjadi bagian penting dari kehidupan manusia, ada benarnya.

Benar pula, masyarakat Bali selalu integral dengan jagat seni. Ritual keagamaannya tak pernah sepi dari binar seni. PKB tahun 2020 yang tak terselenggara menjadikan Bali kosong melompong dari semerbak taburan seni. Namun memasuki tahun 2021, harapan digelarnya pesta seni yang sempat “ditunda” tahun 2020, terpancar. Di tengah bayang-bayang pageblug ini, Pemda Bali memutuskan menyelenggakan PKB dengan suatu strategi tetap berkomitmen pengutamakan faktor keselamatan dan kesehatan masyarakat. PKB XLIII ini diformat dengan konsep beradaptasi dan mengadopsi teknologi digital. Ditawarkanlah sajian seni secara luar jaringan (luring) dan dalam jaringan (daring).

Baca juga:  Mengulik Fenomena ‘’Familicide’’

Acara pagelaran yang dapat disaksikan secara langsung dengan prokes yang ketat, disajikan di gedung tertutup bertempat di Taman Budaya Bali dan ISI Denpasar. Segala keterbatasan PKB di kala pandemi ini patut dimaklumi. “Penyelenggaraan pesta seni yang ke-43 ini merupkan bukti bahwa dalam tekanan pandemi yang sangat berat, kreativitas dan produktivitas karya seni masyarakat Bali tetap tumbuh, tampil dengan cara-cara baru untuk mewarnai panggung seni dunia”, ujar Presiden RI Joko Widodo secara virtual saat membuka PKB 2021. Cara-cara baru memang harus dilakukan sebagai wujud kreativitas dan inovasi yang merupakan roh dari geliat dunia seni. Terbukti PKB 2021 ini dan ajang seni virtual yang telah dirintis sebelumnya telah memberikan pelajaran terhadap kita dari teknologi digital, para panitia PKB, pegiat seni, dan masyarakat penonton.

Baca juga:  Bali dan Bom Waktu Krisis Air Bersih

PKB 2021 yang sebagian program acaranya diformat dengan teknologi digital, juga tentu akan mewarnai panggung seni dunia. Penonton dari penjuru jagat yang berminat dengan sajian seni PKB yang tidak memungkinkan datang ke Bali juga dapat menyimak pentas seni dalam tayangan daring dari manapun di mancanegara. Lebih dari itu, masyarakat Bali sendiri dapat menyaksikan PKB dari penjuru pulau. Terhapus, sementara, kesan, bahwa PKB hanya dinikmati masyarakat sekitar Denpasar saja. PKB di kala pandemi ini melipur masyarakat Bali mereguk siraman batin tanpa berkerumun, mengikuti himbauan tagar LuunganMabalihUli Jumah , lebih baik menonton dari rumah.

Penulis Pemerhati Seni Budaya, Dosen ISI Denpasar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *