JAKARTA, BALIPOST.com – Industri farmasi dan alat kesehatan di Indonesia memiliki kapasitas untuk mendorong produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan sektor kesehatan di Indonesia. Dari total 19 jenis alat kesehatan yang termasuk dalam 10 besar transaksi berdasarkan nilai dan jumlah produknya, hampir 90 persen sudah mampu diproduksi di dalam negeri.
“Sebanyak 358 jenis alat kesehatan sudah mampu diproduksi di dalam negeri. Sebanyak 79 jenis alat kesehatan tersebut mampu menggantikan produk impor seperti elektrokardiogram, implan ortopedi, nebulizer, dan oksimeter,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi dalam acara Investor Daily Summit, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (15/7).
Menurut Oscar, nilai pasar farmasi dan alat kesehatan di Indonesia pada tahun 2019 mencapai Rp88,6 triliun. “Ini pasar yang sangat besar, perlu dikembangkan untuk industri farmasi di dalam negeri,” katanya.
Di masa pandemi, kata Oscar, industri alat kesehatan dalam negeri semakin teruji dengan produksi alat level menengah hingga tinggi seperti ventilator, high flow nasal cannula (HFNC), powered air purifiying respirator (PAPR), rapid test antibodi, rapid test antigen, dan reagen RT-PCR.
Oscar mengatakan Kementerian Kesehatan memiliki beberapa strategi untuk mendorong produksi obat-obatan dan alat kesehatan dalam negeri untuk bisa berkembang. Mulai dari dukungan riset, registrasi, produksi, distribusi, hingga fase penjualan.
Kementerian Kesehatan mendorong promosi penggunaan alat kesehatan dalam negeri dengan meningkatkan kesadaran penggunaannya oleh dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia. “Kemenkes memandang investasi merupakan faktor penting dalam mewujudkan kemandirian farmasi dan alat kesehatan. Pemerintah perlu memberikan fasilitas fiskal dan nonfiskal untuk mendorong produksi obat-obatan dan alat kesehatan serta pemanfaatannya dengan mekanisme TKDN,” katanya.
Investasi di industri farmasi dan alat kesehatan baik dalam negeri maupun luar negeri diarahkan dalam penguatan kapasitas produksi di Indonesia melalui transfer pengetahuan dan transfer teknologi, membangun ekosistem penggunaan alat kesehtan, sehingga pelayanan kesehatan yang dapat dipenuhi dari produk-produk dalam negeri. (Kmb/Balipost)