Wisatawan sedang melihat lukisan. (BP/Dokumen)

Oleh Surya Hanggea Saptari

Beberapa pekan ini media massa diramaikan dengan karya seni yang laku hingga bernilai fantastis dengan memanfaatkan NFT, tidak tanggung-tanggung hingga mencapai nilai miliaran rupiah. Sebu saja “Everydays – The First 5000 Days” karya seniman Mike Winkelmann atau Beeple yang berupa kolase dari 5.000 gambar individu yang dibuat satu per hari selama lebih dari 13 tahun yang berhasil terjual seharga US$ 69.346.250.

Atau video klip yang menampilkan video singkat mengenai tingkah polah menggemaskan sepasang kakak beradik. Sang adik menggigit jari tangan kakaknya dan si kakak bereaksi dengan teriakannya.

Video singkat yang dikenal dengan “Charlie Bit My Finger” yang awalnya menjadi postingan viral di youtube kemudian laku terjual melalui proses lelang dan laku dengan nilai USD $761.000. Tak hanya itu, Meme internet ‘disaster girl’ yang menampilkan seorang anak yang menyeringai ke kamera saat sebuah rumah terbakar sebagai latarbelakangnya berhasil terjual seharga $500.000 atau setara dengan Rp 7,2 miliar. Keseluruhannya merupakan aset digital yang memiliki keunikan.

Di Indonesia, lukisan milik Denny JA yang diberi judul: ‘A Portrait of Denny JA: 40 Years in the World of Ideas’, terjual dengan harga Rp 1 miliar. Awalnya lukisan ini merupakan karya pelukis bernama Galam Zulkifi yang kemudian dibeli oleh Denny JA.

Lukisan itulah yang kemudian diubah ke dalam bentuk NFT. Ini merupakan momentum awal sebuah karya NFT di Indonesia laku terjual dengan harga mencapai miliaran rupiah.

Lalu apa itu NFT? Bukankah aset digital dapat diduplikasi? NFT singkatan dari non-fungible token merupakan salah bentuk teknologi yang didukung oleh Blockchain.

Baca juga:  Perlindungan Hukum Terhadap Tindakan Aborsi Korban Perkosaan

Blockchain itu sendiri dapat kita artikan sebagai buku besar digital yang mencatat semua transaksi digital yang ada di dalam ekosistemnya. NFT muncul pertama kali pada tahun 2015, namun pada saat itu NFT lebih banyak digunakan di industri gim. NFT mengubah karya seni digital dan barang koleksi lainnya menjadi aset yang unik, dapat diverifikasi dan dapat mudah diperdagangkan.

Keunikan “token” inilah yang menjamin tidak adanya duplikasi antar aset digital yang satu dengan aset digital lainnya. Siapa yang memiliki apa tercatat dalam teknologi blockchain.

Aset yang telah diubah menjadi NFT diperjualbelikan secara daring, seringkali dengan menggunakan mata uang kripto. NFT makin populer setelah merebaknya perdagangan mata uang kripto di tengah pandemi COVID-19, nilai transaksinya pada tahun ini mencapai milliaran dollar AS.

NFT dijual di pasar dan prosesnya bervariasi antar platform. Penjual cukup mengunggah konten ke pasar digital lalu mengubah konten tersebut menjadi NFT. Penjual akan diminta memasukkan hal-hal lain yang lebih spesifik seperti deskripsi pekerjaan dan harga yang ditawarkan.

Siapapun dapat membuat NFT. Yang dibutuhkan adalah dompet digital, aset kripto, dan koneksi ke pasar NFT tempat mengunggah dan mengubah konten menjadi NFT.

Karena NFT berupa kode digital yang unik dan tidak dapat diubah, NFT dapat berfungsi sebagai bukti keaslian atau kepemilikan karya seni digital. NFT dapat menjadi cara untuk menghindari pemalsuan karya seni.

Baca juga:  Mengenal MemeFi, Permainan yang Gabungkan Blockchain dan Teknologi Sosial

Bali yang identik dengan seni memiliki nama-nama besar seperti Ida Bagus Made Widja, Made Wianta, Ida Bagus Made Nadera, Ida Bagus Nyoman Rai, Anak Agung Gede Sobrat, Ida Bagus Made Togog, Nyoman Gunarsa, dan masih banyak lagi maestro yang membidangi seni lukis. Dari Industri Musik kita sering dengar nama-nama seperti Balawan, Widi Widiana, Ari Kencana, Dek Ulik, Punk Kwala Band, Lolot, Nanoe Biroe, dan masih banyak musisi lainnya.

Bali pun memiliki banyak bibit seniman muda dengan berbagai jenis karya seninya. Penjualan karya melalui pasar seni konvensial yang dilakukan sebelumnya tertahan dengan adanya kondisi pandemi. Kegiatan pameran seni yang dulunya sering kita dengar digelar tak lagi dilakukan.

Pun apabila dilakukan akan terbatas karena dibatasi penerapan protokol kesehatan. Bagaimana dengan galeri seni yang ada di Bali? Galeri seni yang ada harus berjuang keras untuk dapat bertahan setelah dihantam pandemi yang berkepanjangan. Di Industri musik, penyelenggaraan konser yang diselenggarakan secara langsung tak lagi pernah dilakukan, kasus pembajakan hasil karya pun makin marak kita temui.

Tanggal 1-31 Juni digelar pameran bertajuk “Art Moments Jakarta Online (AMJO)” . Pameran ini digagas oleh kolektor seni Indonesia serta dikelola oleh tim penyelenggara art fair dan diselenggarakan melalui platform digital.

Pameran ini mendukung perdagangan digital dengan NFT, bekerjasama dengan salah satu platform seni dan teknologi seni yang menerapkan teknologi blockchain. Pameran seni yang diselenggarakan secara hybrid tersebut dapat dijadikan sebagai ajang seniman dan penggemar seni untuk mempelajari cara membuat karya NFT. Ini merupakan langkah besar untuk mulai beradaptasi dengan teknologi yang ada dan terus berkembang.

Baca juga:  Besok, Semnas dan FGD Technology Blockchain Academy Digelar di Hotel Aston Denpasar

Teknologi terus berkembang dan pemanfaatannya semakin meluas. Beranjak dari teknologi yang beberapa pekan ini menjadi pemberitaan media, NFT yang digunakan untuk membeli dan menjual karya seni digital dapat dijadikan sebagai sebuah revolusi untuk tetap berkreasi ditengah pandemi.

Tak lagi menunggu pelaksanaan pameran atau menunggu kolektor seni yang datang ke galeri, serta konser yang membutuhkan biaya besar. Seniman Bali dapat mulai untuk melakukan perdagangan secara digital dengan memanfaatkan teknologi ini.

NFT membuka peluang bagi seniman untuk memperluas jaringan penjualan karya seni yang dihasilkan. Serupa dengan pasar bebas yang pembelinya bisa dari segala belahan dunia. Dengan NFT diharapkan seniman dapat mendorong nilai penjualan dengan mulai memasuki dunia seni digital.

Penjualan pun dapat dilakukan secara langsung tanpa melalui perantara dengan memanfaatkan platform yang mendukung teknologi tersebut. Tak lagi terkendala dengan pemasaran karena dapat dilaksanakan kapan pun dan darimana saja.

Keunggulan NFT yang menjamin hak cipta atas kepemilikan karena bersifat unik dan tidak dapat diubah dapat menghindari seniman dari pembajakan atau pemalsuan karya seni. NFT pun memberi angin segar bagi seniman-seniman pemula yang awalnya mengalami kesulitan untuk masuk ke dunia seni dengan cara-cara yang konvensional. Bali memang terpuruk karena pandemi, namun kita tak dapat berdiam diri. Seniman Bali tetap dapat berkreasi. Tetap memberi identitas Bali sebagai daerah seni.

Penulis ASN BPS Provinsi Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *