DENPASAR, BALIPOST.com – Selama hampir 1,5 tahun atau tepatnya 16 bulan pandemi COVID-19 melanda Bali, sektor pariwisata menjadi yang paling terdampak. Dulu, sebelum pandemi, pekerja pariwisata adalah “produsen PHR” alias penghasil pajak hotel dan restoran.
Namun, kini situasinya sudah sangat terpuruk. “Kini, pekerja pariwisata yang telah setahun lebih terdampak, sudah banyak yang tidak berpenghasilan dan sebagian penghasilannya menurun,” kata Ketua Pengurus Cabang Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (FSP Par) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Badung, Slamet Suranto, Kamis (15/6).
Slamet mengatakan, bantuan pemerintah kepada “produsen PHR“ ini sempat dilakukan, namun hanya bersifat sementara. Baik kepada perusahaan maupun para pekerja pariwisata, dan belum bisa berkelanjutan.
Karena itu, banyak perusahaan yang mengurangi jam kerja, merumahkan karyawan tanpa upah, bahkan banyak menutup perusahaan. “Untuk menyambung hidup para pekerja, “OTG” (orang tanpa gaji, red) ini banyak beralih profesi, meninggalkan profesi sebagai pekerja pariwisata,” ucapnya.
Mereka yang masih mempunyai kebun, akhirnya pulang kampung untuk melakukan sesuatu di ladangnya agar bisa menghidupi keluarga. Sementara, bag yang tidak punya kebun, mencoba berusaha sesuai keahlian masing-masing.
Ada yang membuat kue, jualan nasi jinggo, jualan minuman, ngelas dan usaha lainnya sesuai dengan keahliannya. “Pekerja pariwisata, khusunya anggota FSP Par Badung yang masih menerima penghasilan sekitar 25 persen saja dari jumlah anggota sekitar 7.500 orang. Itupun tidak menerima penuh, ada yang harian, ada dipotong dengan persentase dan sekitar 75 persen sudah tidak ada penghasilan,” paparnya.
Karena itu, lanjut Slamet Suranto, FSP Par SPSI Badung sangat mendukung program yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi pandemi COVID-19. Mulai dari menjalani tatanan kehidupan era baru, menerapkan protokol kesehatan (Prokes) serta program vaksinasi serta lainnya.
“Sebagai Ketua Penguru Cabang FSP Par SPSI Badung, saya sangat berharap kepada pemerintah pusat untuk memperhatikan pekerja pariwisata yang sebelumnya sangat getol untuk menghasilkan PHR, dan saat ini sangat-sangat terpuruk karena sudah berstatus OTG,” Sebutnya.
Mesti diingat, pekerja pariwisata merupakan salah satu produsen PHR dan membuat Kabupaten Badung bisa mandiri. Bahkan bisa sharing pendapatan daerahnya untuk membantu kabupaten lain di Bali.
“Itu tentu sangat meringankan pemerintah pusat. Maka kini, saatnya pemerintah pusat untuk menyelamatkan kami pekerja pariwisata agar bisa melanjutkan kehidupan. Bisa dengan cara memberikan bantuan kepada Pemerintah Kabupaten Badung agar kami sebagai pekerja pariwisata dan stakeholder pariwisata lain bisa hidup normal kembali,” harapnya. (Budarsana/bali travel news)