DENPASAR, BALIPOST.com – Penyiapan isolasi terpusat untuk pasien COVID-19 bergejala ringan maupun tanpa gejala merupakan salah satu hal penting yang perlu dilakukan di daerah. Terutama di wilayah padat penduduk.
Dikatakan Presiden Joko Widodo melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, dipantau dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (20/7), tanpa adanya tempat isolasi terpusat, kecepatan penularan Covid-19 di wilayah padat penduduk tersebut diyakini bisa terjadi semakin cepat dan masif.
“Penyiapan rumah isolasi, terutama untuk yang bergejala ringan. Kalau bisa, ini sampai di tingkat kelurahan atau desa, ini akan lebih baik. Kalau tidak, paling tidak, ada isolasi terpusat di tingkat kecamatan terutama ini untuk kawasan-kawasan yang padat, utamanya di kota-kota, ini harus ada. Karena cek lapangan yang saya lakukan untuk kawasan-kawasan padat, (rumah berukuran) 3×3 (meter) dihuni oleh empat orang. Saya kira ini kecepatan penularan akan sangat masif, kalau itu tidak disiapkan isolasi terpusat di kelurahan itu atau paling tidak di kecamatan,” ujarnya.
Selain itu, Presiden juga meminta kepala daerah untuk merencanakan dan menyiapkan rumah sakit daerah, termasuk rumah sakit cadangan dan rumah sakit darurat. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai langkah antisipasi apabila terjadi lonjakan sehingga kapasitas rumah sakit penuh. “Paling tidak kita memilliki, bagaimana kalau rumah sakit itu penuh. Jangan (RS, red) sudah penuh baru menyiapkan. Akan terlambat,” imbuhnya.
Presiden juga meminta para kepala daerah rajin turun ke lapangan untuk mengontrol langsung kondisi di lapangan, terutama menyangkut ketersediaan obat hingga kecukupan pasokan oksigen. Selain itu, para kepala daerah juga diminta untuk terus memantau kapasitas rumah sakit atau bed occupancy rate di setiap rumah sakit sehingga bisa dioptimalkan untuk penanganan pasien COVID-19.
“Saya lihat beberapa daerah, rumah sakit masih memasang angka 20 atau 30 persen dari kemampuan bed yang ada. Lha ini bisa dinaikkan. Bisa 40 (persen) atau seperti di DKI Jakarta sampai ke 50 (persen) yang didedikasikan kepada (pasien) COVID-19. Ini kepala daerah harus tahu, jadi kapasitas berapa dan harus diberikan kepada (pasien) COVID-19 berapa. Kalau ndak, nanti kelihatan rumah sakitnya BOR-nya sudah tinggi banget padahal yang dipakai baru 20 persen. Banyak yang seperti itu,” paparnya. (Diah Dewi/balipost)