DENPASAR, BALIPOST.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan perkiraan akan munculnya varian baru COVID-19. Hal ini menyebabkan akhir pandemi akan lebih panjang dari yang sebelumnya diperkirakan.
Presiden Joko Widodo saat memberikan pengarahan kepada kepala daerah se-Indonesia melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, dipantau di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (20/7), juga mengingatkan hal ini. Ia pun mengatakan hanya ada dua kunci menyelesaikan pandemi.
“Kuncinya sebetulnya hanya ada dua sekarang ini. Hanya ada dua. Mempercepat vaksinasi. Sekali lagi, mempercepat vaksinasi. Yang kedua, kedisplinan protokol kesehatan utamanya masker, pakai masker,” tegasnya.
Ia meminta gubernur, bupati, dan wali kota yang didukung oleh jajaran Forkopimda, betul-betul semuanya fokus dan bertanggung jawab terhadap semua ini. “Pemerintah pusat akan memberikan dukungan,” tegasnya.
Selain mengingatkan pentingnya disiplin protokol kesehatan, masyarakat juga perlu diedukasi tentang cara mendeteksi dini apabila mereka terpapar COVID-19. Presiden berujar bahwa masyarakat juga perlu diarahkan ke mana mereka berkonsultasi dengan dokter, hingga bagaimana cara mereka memperoleh obatnya.
“Masyarakat juga harus tahu cara mendeteksi dini (apabila) tertular COVID-19 kemudian ke mana memperoleh obat dan ke mana berkonsultasi – apakah ke dokter atau ke rumah sakit,” jelasnya.
Presiden juga meminta kepada para kepala daerah agar tindakan pendisiplinan protokol kesehatan di sejumlah tempat seperti pasar, pabrik, mal, hingga rumah ibadah didetailkan aturannya.
Presiden memandang bahwa untuk menghadapi pandemi ini dibutuhkan kepemimpinan di lapangan yang kuat. Kepemimpinan yang dimaksud Presiden adalah yang menguasai lapangan serta bisa bergerak cepat dan responsif.
“Kepemimpinan lapangan ini harus kuat di semua level pemerintahan, dari level atas sampai level kecamatan, tingkat kelurahan dan desa,” imbuhnya.
Presiden memahami ada aspirasi masyarakat meminta agar kegiatan sosial dan ekonomi dilonggarkan. Menurut Presiden, hal tersebut bisa dilakukan jika kasus penularan COVID-19 sudah rendah dan kasus dengan gejala berat yang masuk ke rumah sakit sudah rendah.
“Bayangkan, kalau pembatasan ini dilonggarkan, kemudian kasusnya naik lagi, dan kemudian rumah sakit tidak mampu menampung pasien-pasien yang ada, ini juga akan menyebabkan fasilitas kesehatan kita menjadi kolaps. Hati-hati juga dengan ini,” ungkapnya. (Diah Dewi/balipost)