DENPASAR, BALIPOST.com – Tak dimungkiri sebagian besar perekonomian masyarakat Bali saat ini dalam kondisi terpuruk. Pandemi yang tak kunjung berakhir, tetapi justru makin parah membuat pembatasan makin diperketat.
Ekonomi makin limbung, rakyat Bali semakin susah kehidupannya. Dalam kondisi seperti ini, saatnya membangun solidaritas karena Bali memiliki nilai adiluhung seperti Tat Twam Asi dan sagilik saguluk salunglung sabayantaka.
Hal tersebut disampaikan Kepala LLDikti Wilayah VIII Bali dan NTB, Prof. Dr. Nengah Dasi Astawa, S.E.,M.Si., dan Pengamat Kebijakan Politik, Dr. Ida Bagus Radendra Suastama, SH.,MH., Kamis (22/7).
Dasi Astawa mengatakan perlunya solidaritas warga Bali bergotong royong meringankan warga yang sedang kesusahan. Dia mengatakan pada kondisi seperti ini yang paling utama adalah kebersamaan dan gotong royong agar energi kita bersatu menghadapi pandemi.
“Semua kekuatan dan elemen kita satukan untuk bersama-sama menghadapi pandemi dengan apa yang dimiliki, bisa sumbang pikiran, sumbang solusi atau mungkin bagi sahabat berlebih sumbang materi sesuai kemampuan kita masing-masing. Apalagi warga Bali sudah memiliki filsafat dan sering mengimplentasikan soal Tatwamasi. Aku adalah kamu dan kamu adalah aku,” katanya.
Intinya, kata Dasi Astawa, kita percayakan kepada pemerintah untuk mengatur sebab hanya pemerintah punya hak regulator untuk merumuskan kebijakan agar pandemi landai. Yang utama lagi semua jenis bansos diperlancar dan tidak ada hambatan dalam penyaluran dan tepat sasaran. “Kita wajib menaati prokes dan mendukung vaksin agar berjalan lancar sehingga tumbuh herd imunnity di Bali dan Indonesia,” tegasnya.
Pengamat Kebijakan Politik, Dr. Ida Bagus Radendra Suastama, SH.,MH., mengatakan dalam kondisi tak menentu seperti saat ini, warga masyarakat memerlukan acuan dan pegangan yang bukan hanya secara fisik atau materiil, namun juga secara mental rohaniah. Pegangan itu berupa nilai-nilai bersama asli Bali yang telah diwariskan para leluhur.
“Nilai-nilai Bali itu mewujud dalam berbagai konsep seperti sagilik saguluk salunglung sabayantaka, paras paros sarpanaya, berlandaskan Tri Hita Karana, dan sebagainya yang semuanya berasas harmoni dan solidaritas, terlebih dalam menghadapi kesulitan. Leluhur kita telah mencontohkan bagaimana Bali dibentuk dan dijaga dengan kearifan-kearifan lokal yang kontekstual,” ujar kata Radendra yang selain Advokat dan Akademisi juga Ketua Yayasan Pendidikan Handayani ini.
Dikatakan, Pandemi Civid-19 dialami oleh seluruh dunia dan bukan hanya kita di Bali. Sehingga, kita mesti yakin bahwa dengan restu dan anugerah Hyang Widdhi Wasa dan para Leluhur kita, Bali akan pulih kembali nanti, asalkan kita tetap menjaga ajeg Bali dengan menjaga adat budaya tradisi kita dan tidak menyimpang dari nilai-nilai yang telah diwariskan Leluhur Bali sejak jaman dulu (Empu Kuturan hingga Dang Hyang Nirartha di era Raja Dalem Waturenggong menjadi Raja Bali).
“Semua nilai-nilai itulah yang telah menjaga Bali dan akan tetap menjadikan Bali sebagai surga dunia, walaupun saat ini kondisi sedang buruk akibat pandemi. Optimis dan kompak atau paras paros sarpanaya akan membawa Bali menuju pemulihan dalam berbagai segi,” pungkasnya. (Sueca/Winatha/balipost)