TOKYO, BALIPOST.com – Kota penyelenggara Olimpiade Tokyo mencatat 3.177 kasus baru COVID-19 pada Rabu (28/7). Sehingga mencapai rekor tertinggi harian untuk hari kedua berturut-turut dan lonjakan infeksi seperti ini membuat rumah sakit tertekan.
Kenaikan dari 2.848 yang terjadi Selasa menambah kekhawatiran tentang Olimpiade yang berlangsung dalam kondisi super ketat yang tidak pernah terjadi sebelum ini. Termasuk melarang penonton di sebagian besar arena.
Lonjakan itu, dikutip dari Kantor Berita Antara, menimbulkan masalah bagi Perdana Menteri Yoshihide Suga yang popularitasnya berada pada titik terendah sejak menjabat September lalu, menjelang pemilihan pemimpin partai berkuasa dan pemilu tahun ini. Pada Kamis (29/7), gubernur tiga prefektur di dekat Tokyo akan meminta pemerintah mengumumkan keadaan darurat, kata Menteri Perekonomian Yasutoshi Nishimura yang memimpin tanggap darurat COVID-19 Jepang kepada sidang parlemen.
Berbicara sebelum angka infeksi terbaru Tokyo itu diumumkan, dia mengatakan kasus diperkirakan bertambah dalam beberapa hari mendatang setelah tes COVID-19 tertunda karena liburan pekan lalu.
“Saya pikir kita sudah memasuki tren kenaikan kasus yang tajam yang paling saya takutkan,” kata Yuji Kuroiwa, gubernur prefektur Kanagawa dekat Tokyo, kepada wartawan.
Kanagawa serta prefektur Chiba dan Saitama yang berada di dekatnya mengalami lonjakan kasus COVID-19.
Tokyo berada di bawah keadaan darurat keempat yang akan berlangsung sampai Olimpiade, sementara tiga wilayah lainnya menerapkan langkah-langkah setengah darurat yang lebih longgar.
Penyelenggara Olimpiade Tokyo hari ini melaporkan 16 kasus baru COVID-19 yang terkait Olimpiade. Sehingga total sudah ada 169 kasus sejak 1 Juli.
Atlet, staf, dan media Olimpiade harus mengikuti aturan ketat termasuk berulang-ulang tes COVID. “Sebagai penduduk kota ini dan sebagai penyelenggara, hati saya hancur karena naiknya jumlah kasus ini,” kata juru bicara Tokyo 2020, Masa Takaya dalam konferensi pers.
Dia mengatakan langkah-langkah ketat diterapkan di dalam “gelembung Olimpiade”. Banyak warga Jepang mengkhawatirkan penyebaran infeksi dari peserta Olimpiade.
Kemarin, Suga meminta orang-orang untuk tidak terlalu sering bepergian dan mendesak mereka tinggal di rumah selama mungkin dan menonton Olimpiade dari televisi. Dia mengatakan membatalkan Olimpiade bukanlah pilihan.
Tetapi tokoh senior Partai Demokrat Konstitusi Jepang yang beroposisi, Jun Azumi, menyebut pemerintah terlalu optimistis dalam menaksir pandemi yang bisa memperburuk keadaan di kemudian hari.
“Sampai pemerintah mengubah pandangannya tentang situasi infeksi, setelah Olimpiade berakhir, maka akan ada krisis nasional yang serius yang mempengaruhi kehidupan masyarakat yang dimulai dari runtuhnya sistem kesehatan,” kata dia seperti dikutip stasiun televisi NHK.
Jepang berhasil menghindarkan wabah dahsyat seperti dialami negara-negara lain semacam India dan Amerika Serikat, tapi gelombang kelima pandeminya telah membebani sistem rumah sakit Jepang.
“Risiko infeksi bagi individu adalah yang paling tinggi yang pernah ada. Ini bahkan mempengaruhi perawatan medis biasa,” kata Koji Wada, profesor International University of Health and Welfare Universitas di Tokyo dan penasihat pemerintah.
Tidak seperti langkah-langkah lebih ketat yang diambil banyak negara, tindakan darurat Tokyo terutama hanya meminta restoran yang menyajikan alkohol agar tutup dan yang lainnya tutup sebelum pukul 8 malam.
Banyak warga Jepang sudah bosan dengan pembatasan yang sebagian besar bersifat sukarela. Sejumlah ahli mengatakan keputusan pemerintah dalam melanjutkan Olimpiade memberikan pesan yang membingungkan mengenai perlunya diam di rumah sehingga menciptakan risiko lebih besar ketimbang penularan langsung dari peserta Olimpiade. (kmb/balipost)