Ilustrasi COVID-19.(BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Anggota Komisi IX DPR Intan Fauzi meminta Indonesia patut waspada varian Delta Plus. Sebab, varian ini sudah ditemukan di 11 negara sebanyak 197 kasus.

Dikutip dari Kantor Berita Antara, ia meminta pemerintah melakukan pemantauan serta mitigasi wabah secara dini di seluruh wilayah. Intan mendorong pemerintah memperkuat Whole Genome Sequencing (WGS) atau upaya mengetahui penyebaran mutasi Sars-Cov-2 di Indonesia agar memiliki basis dalam pengambilan kebijakan kesehatan penanganan pandemi COVID-19.

“Manfaat WGS sebagai data keseluruhan sangat penting untuk penanganan pandemi, apalagi dengan penambahan kasus positif per hari dan angka kematian yang tinggi, juga pengadaan jenis vaksin yang digunakan,” kata Intan.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Balik ke Dua Ribuan Orang

Bahkan, disebut-sebut Delta plus (B.1.617.2.1 atau AY.1) ini sudah terdeteksi di sejumlah wilayah Indonesia. Intan menjelaskan kecepatan uji WGH di Indonesia masih banyak kendala terutama belum didukung pemerintah dalam hal anggaran penelitian.

Menurut dia, para peneliti di lembaga penelitian Indonesia setara dengan para peneliti di luar negeri mampu melakukan WGS dan juga membuat vaksin.

“Namun keunggulan SDM Indonesia itu perlu dukungan anggaran dan sarana prasarana. Saat ini lembaga penelitian terutama yang berada di berbagai universitas harus melakukan swadana untuk peralatan dan beban biaya operasional para peneliti,” ujarnya.

Baca juga:  Jadi Korban Perampokan, Bupati Bayuwangi Evaluasi Jabatan Ibu Lurah

Intan mencontohkan mahasiswa asal Indonesia di Oxford University bernama Indra Rudiansyah dapat ikut berperan di balik peluncuran vaksin Astra Zeneca.

“Tentu jika pemerintah mau memberi sarana prasarana dan anggaran seperti di luar negeri, maka para peneliti Indonesia akan berprestasi dan berkontribusi mengatasi wabah pandemi dengan hasil WGS termasuk percepatan Vaksin Merah Putih,” ujarnya.

Politisi PAN itu menilai biaya untuk melakukan uji WGH di Indonesia sangat mahal karena tingginya harga mesin dan alat Reagan WGS yang masih impor. Menurut dia produsen dan distributor sangat terbatas, sehingga memperlambat penelitian sehingga perlu ada kebijakan relaksasi pajak dan kemudahan pengadaan peralatan penelitian di masa pandemi. (kmb/balipost)

Baca juga:  Kasus COVID-19 Harian Bali Masih 2 Digit, Hampir Sepekan Nihil Korban Jiwa
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *