Nyoman Sukamara. (BP/Istimewa)

Oleh Nyoman Sukamara

Penerimaan calon aparatur sipil negara (CASN) baru tahun 2021 sedang dalam proses. Terdapat 689.623 formasi di 570 instansi pemerintah di seluruh Indonesia. Formasi ini diperebutkan oleh 3,3 juta pelamar yang sudah mengisi formulir pendaftaran dan 2,2 juta di antaranya sudah mengirimkannya kembali.

Sungguh sebuah kompetisi yang ketat. Namun di balik ketatnya kompetisi ada beberapa formasi yang sepi pelamar, bahkan untuk beberapa formasi tidak ada pelamar sama sekali, di antaranya untuk formasi CASN di Kabupaten Paniai dan Tolikara, Provinsi Papua.

Lebih lanjut dalam tulisan itu dikemukakan oleh Pengajar Administrasi Negara Universitas Indonesia, Zuliansyah Zulkarnain, salah satu alasan kelangkaan pelamar tersebut adalah kemungkinan adanya karakter milenial yang tidak sesuai dengan pola dan budaya kerja birokrasi. Benarkah perbedaan karakter yang menyebabkan kelangkaan pelamar? Belum bisa dipastikan. Namun, pertanyaan ini mengingatkan birokrasi akan dua hal: 1. Fakta bahwa sampai saat ini karakter (pola dan budaya kerja) birokrasi tidak sama dengan karakter umum  generasi milenial. 2. Dengan penambahan ASN milenial ini, akan semakin besar jumlah dan proporsi ASN milenial dibandingkan jumlah keseluruhan ASN saat ini yang kurang lebih 4,2 juta.

Baca juga:  Sorga di Bawah Telapak Kaki Ibu

Dengan fakta-fakta ini dapat diprediksi: 1) Generasi  milenial adalah masa depan birokrasi. 2) Kinerja birokrasi masa depan sangat tergantung pada kinerja ASN  milenial yang akan dipengaruhi kemampuan generasi milenial bekerja dengan pola dan budaya kerja birokrasi.

Di sisi lain juga mengungkapkan beberapa kelemahan. Salah satu kelemahan milenial (khusus) Indonesia adalah bahwa kurang lebih 20 persen di antaranya terpapar radikalisme. Dalam birokrasi saat ini, ada tiga generasi, yaitu Babby Boomer (kelahiran 1945-1964), Generasi X (kelahiran 1965-1980), dan Generasi Y atau Generasi Milenial (kelahiran 1981-2001) dengan karakter yang berberda, bahkan di antaranya ada karakter yang bertentangan. Permasalahan SDM birokrasi selama ini, sesungguhnya bukan semata kompetensi teknis (hard competency), tetapi lebih pada soft competency.

Fakta tiga generasi dalam birokrasi menunjukkan bahwa masalahnya bukan hanya ada di ASN milenial, tetapi juga pada ASN generasi lebih tua, dan bagaimana ke tiga generasi itu berhubungan. Untuk membangun birokrasi yang memenuhi harapan ke depan, hal yang penting adalah 1) SDM Babby Boomer dan Generasi X, harus mampu mengembangkan diri dan mengembangkan organisasi birokrasi (pemerintahan) untuk mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan di era Revolusi Industri 4.0). 2) ASN Babby Boomer dan Generasi X yang mendominasi birokrasi saat harus mampu menciptakan situasi yang mampu mengantarkan generasi milenial menjadi penggerak utama birokrasi masa depan.

Baca juga:  Centenarian: Belajar dari Orang Jepang

Peran Kepemimpinan

Ada 12 titik temu yang berpotensi menimbulkan hambatan dalam sebuah tim: komunikasi, pengambilan keputusan, aturan berpakaian, umpan balik, suasana kerja, transfer pengetahuan, loyalitas, rapat, kebijakan, respek, pelatihan dan etika kerja (Shaw, Hayden, Sticking Point: 2018). Selanjutnya dalam buku yang sama, Shaw menawarkan empat cara manajer dan leader saat ini untuk menghadapi karakter Generasi Milenial; 1) mengabaikan, 2) memperbaiki, 3 membuat kesepakatan, dan 4) memimpin mereka. Sungguh tidak mungkin mengabaikan ASN milenial ketika jumlah dan proporsinya semakin besar dibandingkan keseluruhan ASN. Alih-alih pada saatnya kelompok inilah yang akan menjadi penentu birokrasi ke depan.

Baca juga:  Oknum PNS Ikut Kampanye, Pemkab akan Tindaklanjuti Rekomendasi Bawaslu

Selanjutnya kesepakatan-kesepakatan sesungguhnya sudah tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang di antaranya memuat Nilai Dasar, Kode Etik dan Kode Prilaku ASN. Begitu seseorang melamar menjadi CASN, sesungguhnya sudah harus menyiapkan diri untuk terikat dalam berbagai kode etik, kode prilaku dan nilai-nilai dasar ASN. Kesepakatan-kesepakatan yang bersifat lebih spesifik haruslah merupakan derivasi dari ketentuan peraturan perundang-undangan tentang ASN, dan disepakati oleh semua ASN.

Ke tiga alternatip pertama: mengabaikan, memperbaiki dan membuat kesepakatan berkaitan dengan manajemen dan manajer. Hal yang paling penting adalah bagaimana kepemimpinan secara maksimal dapat berperan dalam mengelola ASN dari ke tiga generasi di dalam sebuah organisasi birokrasi.

Penulis, Widyaiswara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *