JAKARTA, BALIPOST.com – Spesies baru yang ditemukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berupa katak-pucat pantai selatan berasal dari marga Chirixalus Boulenger, di hutan dataran rendah di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Spesies ini akan menambah koleksi data keanekaragaman hayati Indonesia.
“Setelah dilakukan analisis morfologi, molekuler dengan menggunakan DNA mitokondria dan suara kawin (advertisement call) maka jenis tersebut tidak cocok dengan jenis dari marga yang sudah ada. Oleh karena itu, didukung oleh bukti morfologi, molekuler, dan akustik maka jenis ini dideskripsikan sebagai jenis baru,” kata peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI Amir Hamidy dalam keterangan di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (30/7).
Katak-pucat pantaiselatan (Chirixalus pantaiselatan sp. nov.) merupakan kelompok katak Rhacophorid kecil dengan panjang tubuh jantan 25,3–28,9 mm. Sampel katak-pucat pantaiselatan itu dijumpai pada 2017 dalam kegiatan citizen science yakni Gerakan Observasi Amfibi Reptil Kita (Go ARK).
Hasil penelitian tersebut telah diterbitkan pada Raffles Bulletin of Zoology pada 5 Juli 2021. Temuan itu dapat memberikan informasi baru tentang distribusi beberapa spesies atau bahkan jenis baru dari area umum.
Amir yang merupakan salah satu penulis dalam penelitian itu mengatakan Chirixalus pantaiselatan sp. nov. secara morfologi paling mirip dengan Chirixalus nongkhorensis dari Chonburi, Thailand. “Pola warna punggungnya serta secara genetik paling dekat dengan Chirixalus trilaksonoi yang juga berasal dari Jawa Barat,” ujar Amir.
Selain Amir, Misbahul Munir yang merupakan salah satu kontributor utama dari penemuan tersebut menuturkan saat ini, status konservasi Chirixalus pantaiselatan kemungkinan terancam kritis.
Berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN), kriteria Daftar Merah Spesies Terancam adalah tingkat kemunculannya <100 kilometer persegi (km2), luas huniannya <10 km2, dan hanya ditemukan di satu lokasi, yang kualitas habitatnya menurun.
Sementara itu, usulan status Daftar Merah IUCN untuk jenis baru itu didasarkan pada data yang terbatas dan membutuhkan survei intensif untuk justifikasi yang lebih kuat.
Dalam publikasi jenis baru Chirixalus pantaiselatan sp. nov. tersebut juga ditemukan jenis katak lain yang belum pernah dilaporkan dari Jawa, yakni Polypedates macrotis (Katak-panjat telinga-hitam). Sebelumnya, di Indonesia jenis tersebut hanya tercatat dari wilayah Kalimantan dan Sumatera, sehingga kehadirannya di Jawa merupakan catatan baru.
Tim Go ARK terdiri dari mahasiswa dan komunitas penelitian yang melakukan pengamatan dan melaporkan amfibi dan reptil di sepanjang Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Sulawesi.
Observasi di hutan dataran rendah bagian selatan Jawa Barat melibatkan empat penulis sekaligus peserta Go ARK yaitu Umar Fhadli Kennedi, Mohammad Ali Ridha, Dzikri Ibnul Qayyim, dan Rizky Rafsanzani. Mereka menjumpai jenis rhacophorid yang menyerupai genus Chirixalus.
Di sisi lain, Amir menyoroti pentingnya partisipasi publik dan keterlibatan ilmiah profesional dalam pemantauan keanekaragaman hayati. “Pengetahuan dan keterlibatan masyarakat dapat memberikan data empiris tentang skala spasial yang belum pernah terjadi sebelumnya,” tuturnya.
Kurangnya informasi keanekaragaman hayati seperti distribusi, populasi, dan informasi habitat dari spesies adalah masalah serius dalam program konservasi keanekaragaman hayati di negara berkembang seperti Indonesia. “Partisipasi publik yang dikelola dengan baik akan dapat membantu menyelesaikan masalah ini di masa depan,” ujar Amir. (Kmb/Balipost)