MANGUPURA, BALIPOST.com – Dari survei Bank Indonesia, di Badung ada 490 wajib pajak (WP) hotel dan 520 WP restoran yang tutup permanen. Selain itu, sebanyak 1.868 WP hotel dan 587 WP restoran tutup sementara. Dari total WP yang ada Badung itu, 51 sampai 75 persennya tutup.
Pandemi Covid-19 juga telah membuat banyak aset hotel dan restoran di Bali, khususnya Badung yang dijual. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, menilai kondisi ini tidak dapat dibendung lantaran biaya pemeliharaan cukup tinggi meski tidak beroperasi selama pandemi.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, I Gusti Agung Rai Suryawijaya mengatakan, pariwisata Bali sempat menggeliat sebelum PPKM Darurat sempat 7 ribu hingga 9 ribu wisatawan domestik. “Tapi setelah PPKM Darurat hingga diperpanjang sampai 2 Agustus down di bawah 1.000 per hari, karena kita mengandalkan kunjungan wisatawan domestik dari kota-kota besar, seperti jakarta,” ungkap Rai Suryawijaya, Kamis (29/7).
Menurutnya, kondisi tersebut yang mendorong semakin banyaknya hotel dan restoran yang menjual asetnya lantaran tidak bisa bertahan. Sayangnya, pihaknya tidak dapat menyebutkan jumlah akomodasi pariwisata yang beralih tangan.
“Secara konkrit datanya memang sulit, karena mereka (pengusaha –red) menjual secara diam-diam, tapi bisa dilihat di lapangan banyak yang dipasarkan,” katanya.
Kendati demikian, Rai Suryawijaya mengakui tidak bisa berbuat banyak. Sebab, keputusan mempertahankan atau menjual aset merupakan keputusan pemilik.
Karena itu, pihaknya berharap perhatian pemerintah dengan memberikan stimulus kepada pengusaha. Sehingga dapat bertahan di tengah Pandemi COVID-19.
Dirinya menyebutkan, untuk hotel bintang tiga dengan 100 kamar dalam kondisi buka diperlukan biaya operasional mencapai Rp 300 juta sampai Rp 400 juta. Sedangkan, dalam keadaan tutup diperlukan biaya minimal Rp 50 juta sampai Rp 100 juta perbulannya.
“Kami sulit memberikan himbauan untuk tidak menjual hotel. Karena kalau bisa bertahan, pengusaha pasti bertahan, kalau tidak bisa pastinya dijual. Saya berharap pemerintah segera meluncurnya bantuan seperti pinjaman lunak agar pengusaha bisa bertahan,” harapnya.
Di sisi lain, Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta enggan berkomentar terkait banyaknya akomodasi pariwisata yang dijual lantaran tidak mampu bertahan di tengah pandemi COVID-19. “Untuk itu (penjualan hotel, red) saya tidak mau berkomentar. Karena itu kewenangan manajemen hotel,” ujar Giri Prasta saat ditemui di sela pemantau proses pencairan BLT di Kuta Utara baru-baru ini.
Ketua DPC PDI Perjuangan Badung ini mengatakan pihaknya tidak mau ikut campur terkait penjualan hotel. “Saya tidak bisa masuk ke dalam (internal manajemen). Ketika terjadi transaksi oleh mereka, siapapun atau bagaimana itu bentuknya, yang penting ingat BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, red),” tegasnya.
Ditanya apa ada imbauan untuk pelaku pariwisata? dirinya mengaku tidak ada imbauan. Sebab, semua itu teknis antar perusahaan atau perorangan. “Mereka kan sudah menghitung Break Even Point (BEP). Jadi yang penting ingat BPHTB,” pungkasnya. (Parwata/balipost)