Ilustrasi - Petugas keamanan berjaga di depan gudang insinerator pabrik pengelohan limbah medis bahan berbahaya dan beracun (B3) PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA), Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Selasa (16/2/2021). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Teknologi insinerator untuk mengolah sampah medis skala kecil untuk jenis masker dan alat pelindung diri (APD) terutama untuk mengatasi sampah infeksius COVID-19 agar tidak menjadi sumber penularan perlu dilakukan pengembangan. Hal ini diakui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

“Teknologi incenerator (insinerator) yang kami kembangkan lebih ke arah insinerator skala kecil dengan kapasitas 100-120 liter dan diperuntukkan untuk sampah medis jenis masker dan APD,” kata peneliti muda bidang Teknik Mesin Konversi Energi Arifin Nur, M.T. dikutip dari Kantor Berita Antara, Senin (2/8).

Baca juga:  Bobby Kertanegara, Dari Kucing yang Suka Berkeliaran di Rumah Prabowo Kini Jadi Penghuni Istana Negara

Peneliti di Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI itu menuturkan alat insinerator tersebut dapat digunakan pada pabrik padat karya, perkantoran ataupun lingkungan warga seperti lingkup RT/RW.

Teknologi insinerator itu merupakan rekayasa engineering dari teknologi insinerator yang sudah ada dengan membuat ke skala yang lebih kecil dan penggunaan bahan bakar elpiji. Insinerator tersebut beroperasi dengan sistem cepat, yakni cepat dinyalakan, bekerja dan dapat dimatikan dengan mudah serta menggunakan bahan bakar yang lebih mudah didapat. Insinerator yang kami buat tidak ditujukan untuk sistem continous running seperti di tempat pengelolaan limbah akhir,” ujar Arifin.

Baca juga:  Pengangkutan Sampah di Dalung Tersendat

Alat insinerator itu juga menghasilkan emisi yang lebih bersih dibandingkan insinerator pada umumnya karena berbahan bakar gas LPG dan lebih cepat mencapai suhu kerja optimal.

Penggunaan alat insinerator bertujuan untuk mengurangi biaya pengangkutan sampah medis yang relatif mahal dan mengurangi risiko penularan bibit penyakit saat proses penimbunan di tempat pembuangan sementara (TPS) dan saat pengangkutan.

Arifin mengatakan penanganan sampah harus dilakukan secepat mungkin dan dari hulu. Sementara terhadap sisa sampah yang tidak bisa dikelola secara mandiri, perlu dilakukan tindakan lebih lanjut oleh pemerintah.

Baca juga:  Masyarakat Diajak Waspadai Hoaks di Masa Tenang Pemilu 2024

Jika semua sampah kategori medis tersebut harus masuk ke perusahaan jasa pengelolaan sampah pasti akan melampaui kapasitas karena sampai saat ini baru sekitar 4,1 persen rumah sakit yang memiliki fasilitas pengolahan sampah medis padat.

Saat ini alat insinerator itu masih dalam bentuk prototipe dan dalam tahap pengujian-pengujian. “Jika sistem insinerator kami sudah fix maka akan kami lisensikan ke pihak lain,” tutur Arifin. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *