Ilustrasi. (BP/Suarsana)

DENPASAR, BALIPOST.com – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali merilis angka kemiskinan dan pengangguran di masa pandemi meningkat. Pada Maret 2020, jumlah kemiskinan Bali 165,19 ribu, naik menjadi 196,92 ribu jiwa pada September 2020.

Kemudian pada Maret 2021 jumlah penduduk miskin Bali naik kembali menjadi 201,97 ribu jiwa. Di sisi lain belum tampak pejabat yang turun ke bawah alias turba.

Angka kemiskinan berkorelasi positif dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), yang mana jumlah kemiskinan dibarengi juga dengan peningkatan pengangguran. Presentase pengangguran pada Februari 2020 hanya 1,25 persen dari jumlah angkatan kerja.

Pada Agustus 2020, TPT mencapai 5,63 persen dan pada Februari 2021 turun sedikit 5,42 persen. Dengan kondisi ketidakpastian pandemi Covid-19, kerawanan sosial akibat kemiskinan dan TPT ini cenderung meningkat.

Baca juga:  Wujudkan Desa Wisata, Dukuh Penaban Tanam Kelapa Daksina

Kepala Pusat Penelitian Kependudukan SDM Universitas Udayana (Unud) Dr. I Gusti Wayan Murjana Yasa, S.E., M.Si., Rabu (4/8) mengatakan, kemiskinan berkorelasi dengan tingkat pengangguran. Oleh karena itu, upaya menekan pengangguran juga merupakan bagian penting dalam upaya menekan kemiskinan.

Kemiskinan dan pengangguran yang tinggi juga berdampingan dengan kualitas sumber daya manusia yang cenderung rendah. Tetapi juga memiliki implikasi sosial terkait dengan kriminalitas dan juga tidak optimalnya partisipasi sumber daya dalam pembangunan.

Oleh karena itu, setiap pemerintah daerah berupaya keras dalam kebijakannya untuk meningkatkan kesejahteraan dengan menekan pengangguran dan kemiskinan. Ini, melalui peningkatan pemenuhan kebutuhan dan akses kesehatan, pendidikan dan ekonomi.

Meski demikian, dari tingkat kemiskinan, Bali termasuk Provinsi yang berhasil menekan kemiskinan dengan kesejahteraan yang relatif tinggi. Namun, pandemi yang melanda dunia dan Indonesia, berdampak signifikan terhadap perekonomian Bali sebagai akibat terpuruknya sektor pariwisata yang menjadi sektor unggulan perekonomian Bali.

Baca juga:  Kejaksaan Ungkap Pelaku Lain Soal Kasus Tahura

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Dr. I Gede Wirata, S.Sos., S.H., M.A.P., mengatakan saat ini segala lini kehidupan sudah rapuh akibat dampak pandemi COVID-19. Syukurnya masih ada sebagian kecil warga masyarakat membantu masyarakat mengurangi beban masyarakat yang terpuruk.

Agar tidak terjadi kerawanan sosial yang berpotensi menimbulkan tindakan kriminalitas, Gede Wirata menyarankan agar langkah yang perlu dilakukan saat ini adalah para pejabat lebih banyak turuh ke bawah alias turba untuk melihat dan mendengarkan secara langsung keluhan masyarakat. Sehingga, dalam kondisi ini pejabat selalu dekat dengan warganya.

Jangan sampai pejabat hanya sebatas sebagai pejabat, namun harus bisa sebagai bagian dari warga masyarakat untuk membantu warganya yang kekurangan pangan. “Saya melihat kebanyakan yang turun langsung memberikan bantuan adalah komunitas-komunitas dan perorangan. Saya belum mendengar atau melihat seorang pejabat turba (turun ke bawah, red) memberikan bantuan atas nama pribadi. Kebanyakan atas nama jabatan, sehingga banyak masyarakat yang bertanya-tanya, kenapa kebanyakan komunitas atau individu yang memberikan bantuan, pejabatnya pada kemana. Itu riak-riak yang terjadi di tengah-tengah masyarakat,” tandasnya, Rabu (4/8).

Baca juga:  LPKR Perkenalkan Meikarta di Bali

Oleh karena itu, Dekan FISIP Universitas Ngurah Rai Denpasar ini mengingatkan agar Pemerintah tidak hanya memberikan imbauan saja. Namun harus bisa memberikan tauladan yang baik kepada warganya yang lagi terpuruk.

Serta secara terus menerus memberikan pemahaman untuk taat dan disiplin menerapkan prokes. Karena Covid-19 musuh yang tidak kelihatan kasat mata, dan menjadi musuh kita bersama. (Citta Maya/Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *