NEGARA, BALIPOST. com – Sejumlah aset tanah kabupaten Jembrana di Gilimanuk masih amburadul. Status tanah ribuan warga merupakan tanah negara dan diakui masih HPL. Setiap tahunnya warga membayar retribusi penggunaan lahan dan SPPT.
Namun, kepastian data penggunaan ini ternyata masih belum jelas. Hal itu terungkap saat rapat kerja pembahasan Ranperda RPJMD Panitia Khusus (pansus) DPRD Jembrana bersama eksekutif yang dipimpin Pj Sekda Jembrana, I Made Budiasa, Senin (9/8).
Sejumlah anggota pansus mempertanyakan berkaitan dengan tanah di Gilimanuk yang bertahun-tahun ditempati warga. Harapannya jangan permasalahan itu terus-terusan dijadikan komoditi politik. Pemerintah daerah harus menjelaskan jelas berkaitan dengan tanah dan bangunan yang ditempati warga di kelurahan Gilimanuk tersebut.
Ketika ditanyakan menukik mengenai tanah itu, disebutkan seluruh tanah yang ditempati warga statusnya masih HPL dan masih dikelola di sekretariat belum masuk ke aset daerah. Bukan sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) apalagi sampai SHM (Sertifikat Hak Milik).
Ketua Fraksi Gerindra, I Ketut Sadwi Darmawan juga mempertanyakan berkaitan dengan adanya temuan BPK menyatakan HPL di Gilimanuk bukan menjadi aset daerah.
Berdasarkan Permendagri 19 tahun 2016 tentang pengelolaan barang milik daerah, tidak memungkinkan untuk dinaikkan status menjadi sertifikat HGB. Sebab tanah itu merupakan aset daerah Pemkab Jembrana, sehingga saat ini perjanjian HPL menjadi 5 tahun. Sementara temuan BPK, ijin HPL yg diberikan selama 20 tahun.
Ketua Pansus Ranperda RPJMD DPRD Jembrana, Ida Bagus Susrama, membenarkan adanya pembahasan terkait status tanah yang ditempati ribuan warga di Gilimanuk. ‘Ya pembahasan pansus rpjmd semesta berencana kabupaten jembrana tahun 2021-2026. Ada juga terkait tanah HPL Gilimanuk,” kata Susrama. (Surya Dharma/Balipost)