Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar dalam orasi ilmiah proses penerimaan mahasiswa baru Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo secara virtual, di Jakarta, Senin (2/8/2021). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Belum ada desa adat yang diakui secara resmi oleh pemerintah. Hal itu dikatakan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar. “Belum ada satu pun desa adat yang diakui secara resmi oleh pemerintah melalui penerbitan register desa adat oleh Kementerian Dalam Negeri,” kata Gus Menteri, sapaan akrab dari Abdul Halim Iskandar, dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (11/8).

Padahal, lanjut Gus Menteri, perubahan status desa administrasi (non desa adat) menjadi desa adat dapat memudahkan pemerintah dalam memenuhi hak-hak masyarakat adat, termasuk dalam melakukan penataan desa adat.

Baca juga:  Presiden Buka Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU

Selama ini, penetapan status desa adat dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. “Pasal 98 ayat (1) UU No 6 Tahun 2014 menyatakan bahwa Desa Adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,” ucap Gus Menteri.

Akan tetapi, Gus Menteri melanjutkan, dalam UU No 6 Tahun 2014 pun masih terdapat kendala yang dihadapi oleh pemerintah, khususnya Kementerian Desa PDTT, dalam memfasilitasi pergantian status dari desa administrasi menjadi desa adat agar keberadaannya diakui.

Baca juga:  Pergub Integrasikan Pungutan PHR

Salah satu kendala yang dihadapi adalah pemenuhan ketentuan desa adat yang tercantum dalam Pasal 101 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, yakni kejelasan pada batas wilayah. Pasal tersebut mengharuskan perubahan status dari desa administrasi menjadi desa adat disertai dengan lampiran peta batas wilayah. “Prasyarat pembentukan desa adat adalah adanya kepastian wilayah adat sebagai ruang berlakunya hukum adat,” tutur Gus Menteri menjelaskan.

Adapun kesulitan dalam menentukan batas wilayah diakibatkan oleh pemberlakuan hukum adat di wilayah desa administrasi yang tidak menyeluruh. Hal ini yang menjadi kendala dalam pembuatan peta batas wilayah desa adat.

Baca juga:  Situasi Pandemi, Raihan Laba Bersih Triwulan II Masih Tumbuh Signifikan

Tanpa adanya kejelasan wilayah berlakunya hukum adat, sambung Gus Menteri, maka tidak dapat ditentukan batas-batas wilayah desa adat. Oleh sebab itu, desa-desa yang berpotensi mengubah statusnya menjadi desa adat harus memiliki kepastian batas-batas wilayah berlakunya hukum adat mereka. “Apabila kesatuan masyarakat hukum adat beserta wilayah adatnya sudah jelas, maka pembentukan desa adat dapat difasilitasi,” kata Gus Menteri. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *