Atlet PON Bali jalani terapi uap nadi sweda. (BP/ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Atlet PON Bali yang sedang menjalani TC sentralisasi diberikan metode terapi uap (nadi sweda). Tujuannya, untuk membantu memperlancar aliran darah, sekaligus merilekskan otot. Selain itu, metode uap nadi sweda juga mempercepat penguraian asam laktat dari uapnya, dan jika dihirup dapat membersihkan saluran napas dan virus.

Ketua Bidang Kesehatan KONI Bali dr. I Gusti Ngurah Putra Eka Santosa, AIFO-K, di Denpasar, Jumat (13/8) mengemukakan, metode ini hanya dimiliki atlet Bali. Karena itu, seyogianya para atlet PON berbangga menjalani terapi ini. “Saya kira metode uap nadi sweda ini hanya ada satu-satunya di Indonesia, dan tidak ada di provinsi lain,” tutur dokter IGN Eka.

Baca juga:  Diva Ismayana Juara Asia Supercross di Filipina

Menurut dia, pihaknya melakukan inovasi layanan untuk recovery bagi atlet dengan memanfaatkan herbal taru pramana. “Kami memberlakukan prokes ketat terhadap atlet pelatda. Sebelum memasuki hotel, mereka wajib menjalani tes antigen dan tes antigen akan dilakukan lagi, pada Senin (16/8),” ungkap dokter eka.

Dijelaskannya, pihaknya dari tim kesehatan KONI, senantiasa melakukan pertemuan virtual, terkait perlindungan atlet dari bahaya virus. “Atlet kami ingatkan, agar menghindari kontak dengan orang lain, yang bukan satu tim,” pesan dia. Bahkan, dua pekan menjelang keberangkatan ke Papua mereka wajib tes swab PCR, sehingga situasi di hotel hingga akan berangkat benar-benar steril.

Baca juga:  Dipimpin Gubernur Koster, Pemprov Bali Raih Opini WTP Sembilan Kali Berturut – Turut

Pada bagian lain, KONI bersama tim kesehatan telah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan TC sentralisasi. Ketua Umum KONI Bali Ketut Suwandi mengingatkan, supaya selama TC seluruh atlet mampu menjaga kesehatan dan kebugaran tubuhnya. Alasannya, jika mereka cedera atau sakit, maka otomatis diperlukan waktu untuk pemulihan (recovery), artinya masa TC sentralisasi yang seharusnya delapan pekan, menjadi berkurang.

Suwandi menegaskan, para atlet harus mentaati protokol kesehatan, berikut menciptakan iklim sehat. Ia mencontohkan, atlet yang biasanya duduk dan ngobrol bersama untuk ngerumpi, sebaiknya kebiasaan ini ditinggalkan, sebab kerumunan massa juga dilarang. “Kesadaran dari atlet dan pelatih sangat diperlukan, sebab tim medis tidak mungkin mengawasi selama 24 jam,” terangnya. (Daniel Fajry/Balipost)

Baca juga:  Luh Putu Satya Putri Mariantini Bandem, Perenang Klungkung Wakili Indonesia ke Filipina
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *