DENPASAR, BALIPOST.com – Dunia seni di Kota Denpasar kembali kehilangan salah satu seniman legendarisnya. Pasalnya, sosok seniman Jero Dalang I Made Kembar (69) asal Banjar Padangsumbu Klod, Desa Padangsambian Kelod, Denpasar Barat, telah berpulang kepangkuan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Dia meninggal bertepatan dengan Hari Kemerdekaan RI ke-76, Selasa (17/8) akibat sakit yang dideritanya. I Wayan Sutana, putra dari almarhum mengungkapkan, ayahnya meninggal akibat gejala struk ringan.
Sebelumnya, sempat jatuh di tangga kemudian sempat dilarikan ke RS Surya Husada. “Ayah saya dinyatakan mengalami gejala struk ringan dan meninggal pada pukul 17.00 sore,” ungkap Sutana saat dikonfirmasi, Rabu (18/8).
Alm. Jero Dalang I Made Kembar meninggalkan 2 orang istri dan empat orang anak. Rencananya, almarhum akan dilaksanakan upacara pengabenan pada 24 Agustus 2021.
Sutana mengatakan bahwa ayahnya adalah seorang pembina pedalangan di Denpasar mulai 2010. “Tahun 2010 menjadi pembina pedalangan di Denpasar, dan melahirkan banyak dalang remaja berprestasi, kemudian 2012 menjadi pengurus Pepadi,” ungkapnya.
Diketahui, Dalang Made Kembar merupakan seniman otodidak yang telah berkiprah di dunia pedalangan sejak 1973. Selain itu, suami dari Nengah Gubrik dan Ni Wayan Keni ini pernah menjabat sebagai Ketua Pepadi Denpasar sekitar tahun 2014. Dalam memainkan seni wayang, Dalang Made Kembar dikenal sebagai dalang yang paling tua dan eksis hingga kini di Denpasar.
Salah seorang seniman dalang di Kota Denpasar, Guru Anom Ranuara menuturkan, dalang Made Kembar cukup eksis mendalang meski usianya tidak lagi muda. “Jero Dalang Made Kembar satu-satunya dalang yang usianya cukup tua dan masih eksis di Denpasar,” tutur Guru Anom.
Beberapa waktu lalu, Jero Dalang Made Kembar sempat tampil mengisi Denpasar Maprawerti, yaitu hajatan Denpasar Festival akhir tahun. Sebelumnya, sejak Maret 2020 ketika COVID-19 mewabah di Pulau Dewata, Jero Dalang Kembar yang tinggal di Desa Padang Sumbu Kelod, Kecamatan Denpasar Barat itu sudah tidak memainkan wayang lagi.
Namun, setelah Bali menerapkan tatananan kehidupan era baru (new normal) mulai Juni 2020, ia mulai pentas lagi. Jenis pertunjukan wayang dimainkan pun terbatas, yang tidak boleh wayang peteng (pentan malam), melainkan wayang lemah (pentas siang) yang khusus berfungsi sebagai sarana upacara dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes).
Selama menekuni dunia pedalangan, berbagai penghargaan dan piagam telah diterimanya. Salah satunya dari Menteri Penerangan Harmoko di Jakarta, kemudian tampil membawakan wayang kulit diberbagai wilayah, baik di dalam negeri hingga ke luar negeri. (Winatha/balipost)