Oleh Dr. I Putu Gede Diatmika, S.E.,M.Si. Ak.,CA.,CPA
Sungguh ironis kebohongan besar melanda pejabat bangsa Indonesia dengan mengumumkan secara resmi sumbangan dari oknum keluarga pengusaha sebanyak Rp 2 triliun yang uangnya sampai sekarang tidak ada ujung pangkalnya. Apa dan mengapa hal ini bisa terjadi, padahal para pejabat di negeri ini telah dibekali apa yang namanya kemahiran professional pada bidang tugas pokok dan fungsi masing-masing dalam menjalankan roda pemerintahan di bumi nan subur gemah ripah loh jinawi ini.
Dengan tanpa memikirkan akibat dari apa yang mereka deklarasikan telah menorehkan preseden buruk di negeri ini untuk menerima dan mengumumkan kebohongan yang telah berulang dari jaman orde lama sampai dengan jaman pemerintahan sekarang. Negeri ini telah terbukti bisa di pengaruhi dengan isu-isu yang berita kebenarannya tidak pernah dianalisa oleh para penerima informasi.
Masyarakat tidak boleh kita salahkan kurang profesional dalam berita adanya sumbangan untuk membantu masyarakat akibat dampak COVID ini sebesar Rp 2 triliun. Mengapa tidak boleh disalahkan?
Jawabnya adalah sumber informasinya berasal dari penjabat yang disumpah dan dilantik berdasarkan etika aturan ketatanegaraan yang resmi berlaku di negeri ini. Aturan yang harus mereka tegakkan sebelum memberikan informasi ke masyarakat luas adalah mengumpulkan bukti terlebih dahulu melalui observasi, konfirmasi dan meminta keterangan ahli dalam hal ini pihak Bank Indonesia dan Dirjen Pajak.
Jika kemahiran profesional para pejabat digunakan dalam hal ini, niscaya kegahuhan tidak akan sampai dan kesan para pejabat di kadali oleh pihak keluarga penyumbang diyakini tidak sampai menjadi perdebatan publik di negeri ini. Etika professional wajib diterapkan bagi kalangan birokrasi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Mencari benang merah dalam aturan yang berlaku dan mengkaji kembali setiap peristiwa yang berdampak pada pelayanan public salah satu ciri utama dari prilaku professional dalam menjalankan amanah jabatan yang diemban dalam setiap tindakan yang mengakibatkan pemberian informasi kepada masyarakat.
Kegaduhan perihal sumbangan Rp 2 triliun menandakan oknum penyumbang punya rencana strategis dan kemungkinan besar mendapatkan nilai tambah setelah kasusnya mencuat dalam hal ini ketenaran dan peliputan berita yang keterjadiannya menjadi viral. YouTuber akan mendapatkan manfaat paling depan dalam mengkonsumsi berita ini.
Hoak dan segala bentuk keterjadian yang tidak benar terbukti bisa mempengaruhi prilaku masyarakat dalam mengambil keputusan ekonomi yang bisa menyebabkan gangguan ketertiban umum dan rasa kecewa masyarakat setelah mengetahui persoalan yang sebenarnya.
Sikap kehati-hatian profesional selayaknya didahulukan oleh aparat dan para pejabat dalam memberikan inforamsi ke masyarakat umum. Dalam kasus sumbangan Rp 2 triliun ini, bagi kalangan terpelajar dan mempunyai kemahiran profesional begitu berita ini viral sudah banyak yang berkomentar bahwa informasi itu tidak masuk akal.
Dirjen pajak pertama kali seharusnya berteriak dan memberikan klarifikasi bahwa telah terjadi kebohongan public karena tidak pernah ditemukan laporan SPT tahunan si penyumbang dengan besaran pajak yang signikan tiap tahun nya. Hal ini tidak ada konfrontir dari pihak Dirjen Pajak, berarti tidak ada sinergi yang bisa memberikan informasi yang benar-benar membuat masyarakat bisa mencerna dengan akal sehat karena mendapatkan counter informasi yang valid.
Otoritas yang berwenang dalam hal ini Bank Indonesia juga bisa memberikan sanggahan di balik keharasiaan undang-undang perbankan paling tidak mereka bisa menyatakan bahwa sumbangan dengan jumlah Rp 2 triliun dari sumber perorangan sepertinya tidak bisa diterima secara akal sehat.
Penulis Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha, Pimpinan Kotor Jasa Akuntan.