JAKARTA, BALIPOST.com – BRI secara berkelanjutan terus berkontribusi dalam membangun dan membentuk ekosistem bisnis pertanian di tanah air sebagai daya dorong untuk menggerakkan bisnis pangan di dalam negeri. Sektor pertanian yang ikut terdampak pandemi COVID-19 juga mengalami gejolak karena rantai penyokong pangan juga ikut terdampak akibat penurunan daya beli.
Akan tetapi, resiliensi sektor ini begitu kuat sehingga mampu tetap tumbuh secara positif berkat dorongan dunia perbankan. Direktur Bisnis Kecil dan Menengah BRI Amam Sukriyanto, pada Jumat (20/8) mengatakan bahwa bisnis pertanian dan pangan adalah sektor yang akan terus bergerak, kendati menghadapi berbagai tantangan seperti pandemi karena menyangkut kebutuhan utama manusia.
BRI fokus dalam mendampingi sektor pertanian dan pangan melalui penyesuaian dengan kondisi yang berlaku. Dengan demikian, kata Amam, dalam kondisi yang berubah pihaknya akan terus beradaptasi dan bertransformasi untuk memberikan layanan kepada para petani dan pelaku usaha mikro.
“Ke depannya, karena perubahan-perubahan itu juga BRI akan fokus mengembangkan sektor pertanian ini dalam bentuk ekosistem usaha. Baik berdasarkan komoditasnya, atau berdasarkan wilayahnya, yang kita sebut dengan cluster usaha. Misalnya, pengembangan ekosistem cluster padi, tebu, dan sebagainya,” ujar Amam.
Pembentukan ekosistem usaha yang kuat dan mapan dapat mendorong pengembangan komoditas pertanian yang memiliki nilai jual tinggi di pasar dunia. Diharapkan nantinya petani-petani Indonesia selain bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri juga mampu menembus pasar internasional alias go global.
Sokongan BRI terhadap bisnis pertanian sebenarnya sudah sangat kuat dengan peningkatan yang masif setiap tahun. Amam menegaskan, pihaknya siap menyediakan ekosistem payment mulai dari simpanan, transaksi, pembiayaan hingga pemberdayaan.
Pada 2018 portofolio kredit BRI pada bisnis pertanian mencapai Rp 94,4 triliun atau 11,82% dari total kredit.
Pada 2019 naik menjadi Rp 102,2 triliun atau tumbuh 11,89% dari total kredit BRI. Pada 2020 menjadi Rp 111,5 triliun atau 12,66% dari total portofolio.
Bahkan di tengah pandemi tren penyaluran kredit ke bisnis pertanian mencapai Rp 117,5 triliun pada semester pertama 2021, atau meningkat 12,8% secara year on year. Pencapaian itu pun mendorong pangsa pasar BRI dalam pembiayaan sektor pertanian meningkat secara nasional, dari sebelumnya sebesar 27,78% menjadi 28,03%.
Di sisi lain, pembentukan ekosistem usaha pertanian atau klasterisasi bisnis pangan pun sebenarnya sudah mulai berjalan. BRI telah mendorong penguatan cluster bisnis padi nasional.
Dia menyebut, saat ini total nasabah yang mendapat pembiayaan dari BRI, khususnya untuk ekosistem beras dan penggilingan padi telah mencapai 40.798 dengan total plafon kredit mencapai Rp 4,1 triliun. Jika dirinci, dari total nasabah tersebut paling banyak di KUR Mikro yang mencapai 25.697 nasabah.
Disusul kemudian Kupedes BRI sebanyak 8.908 nasabah, KUR Ritel 3.496 nasabah, dan Pinjaman Usaha Kecil & Menengah (UKM) 2.697 nasabah.
Sementara untuk plafon, Kupedes BRI sebesar Rp 642,3 miliar, KUR Mikro Rp64,4 miliar, KUR Ritel Rp 800,3 miliar dan pinjaman UKM Rp 1,9 triliun. Khusus KUR Ritel dan Pinjaman di UKM, merupakan nasabah-nasabah yang bergerak di bidang penggilingan padi.
BRI termasuk yang terbanyak membiayai penggilingan padi dengan jumlah sekitar 6.190 debitur. “Maka melalui pola klaster-klaster yang tadi saya sebutkan, selain kita memberikan pembiayaan, kita juga mengedukasi bagaimana cara meningkatkan produktivitas lahan misalnya. Bagaimana mengelola keuangan yang baik. Terus juga menyediakan sarana untuk tempat mereka kumpul-kumpul, sharing knowledge. Kemudian yang penting adalah bahwa kita juga memberikan cara bagi petani untuk mengakses pasar,” tegasnya.
Di sisi lain, Amam menyebut untuk menciptakan bisnis pertanian yang efektif dan efisien diperlukan juga kolaborasi banyak pihak yang terlibat dalam ekosistem tersebut. Hal itu berdasarkan pengalaman BRI di lapangan selama ini. (Adv/balipost)