Christina Ester M. Hutabarat. (BP/Istimewa)

Oleh Christina Ester M. Hutabarat

Pendidikan karakter sudah tidak asing lagi terdengar di kalangan masyarakat. Kalimat yang kerap didengung-dengungkan itu seolah menyuarakan bahwa pendidikan yang berhasil terlihat dari karakter anak didiknya.

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan tidak terlepas dari perubahan karakter dan perubahan karakter akan terlihat dari pendidikan yang ditempuh seseorang. Lalu dengan melihat kasus yang beredar tahun ini dalam dunia pendidikan dimana terjadi kasus perundungan, ancaman terhadap guru, pembunuhan yang dilakukan siswa terhadap siswa ataupun guru, bahkan banyaknya kasus yang membuat resah masyarakat beberapa tahun belakangan ini.

Lalu apakah mereka semua bukan kaum terdidik? Sudah pasti, karena mereka masih berstatus anak didik di satu instansi. Lalu apakah pendidikan yang mereka dapatkan cacat? Atau apakah pendidikan karakter yang kerap disuarakan hanyalah wacana tanpa bukti?

Masihkah Pendidikan karakter diterapkan? Kadang kala pertanyaan tersebut muncul ketika melihat banyaknya kasus kekerasan yang datangnya dari lingkungan pendidikan.

Menurut T. Ramli, seorang ahli pendidikan mengungkapkan bahwa pendidikan karakter ialah pendidikan yang mengutamakan dan mengedepankan esensi dan makna terhadap moral dan akhlak sehingga nantinya melalui pendidikan karakter akan dibentuk pribadi yang berkarakter baik dan dibanggakan.

Selain itu, John W. Santrock menyatakan bahwa pendidikan karakter dilakukan sebagai pendekatan secara langsung antara pendidik kepada peserta didik untuk menanamkan nilai moral dan memberikan pengetahuan moral dalam upaya mencegah perilaku yang dilarang. Pendidikan karakter akan membentuk seseorang mampu membedakan perbuatan terpuji dan tidak terpuji, bukan hanya pendidik melainkan peserta didik akan hidup dengan moral dan etika yang dibanggakan di seluruh aspek kehidupan.

Baca juga:  Presiden Jokowi Khawatir Fenomena Medsos akan Gerus Nilai-nilai Agama dan Budaya

Secara umum fungsi pendidikan karakter dalam diri seseorang sangat menguntungkan banyak pihak. Melalui pendidikan karakter seseorang akan tumbuh menjadi pribadi yang bermoral, berperilaku baik dan terpuji, memiliki jiwa toleransi, tangguh, berakhlak mulia, memiliki jiwa sosial yang tinggi, dan peka terhadap lingkungan sekitar.

Meski kelihatannya sulit untuk mengevaluasi sistem pendidikan karakter akan tetapi bisa dikerjakan secara bertahap dan berkesinambungan. Secara khusus seorang pendidik akan mampu melihat fungsi pendidikan karakter yang diterapkan di lingkungan pendidikan misalnya sekolah atau universitas.

Hal-hal yang bisa diperhatikan apabila peserta didik semakin bertumbuh lebih baik dengan sistem pendidikan karakter yang diterapkan. Pertama, setiap peserta diidk akan mengembangkan potensi diri yang sudah tertanam sejak lama sehingga individu tersebut mampu berpikiran positif dan berperilaku baik. Kedua, dengan pendidikan karakter seseorang mampu membangun dan memperkuat perilaku yang luhur dalam kehidupan masyarakat yang multikultur.

Individu tersebut tidak hidup dalam pandangan yang monoton dan rasis sehingga pribadi tersebut sangat menghargai setiap perbedaan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, peserta didik yang memiiki karakter yang baik akan membangun dan meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam hubungan dengan banyak pihak.

Pendidikan karakter harus dilakukan sejak dini, bahkan sejak masa kanak-kanak. Pendidikan karakter bukan hanya melibatkan para pendidik di bangku sekolah atau perguruan tinggi melainkan harus diterapkan semenjak anak hadir di tengah sebuah keluarga.

Baca juga:  Pemkab Gelar Gebyar PAUD, Ajang Kembangkan Kreativitas, Inovasi dan Karakter

Tidak ada alasan bagi keluarga untuk lepas tangan terhadap perkembangan dan pendidikan karakter anak karena proses ini disebut kerja tim antara keluarga dan lembaga pendidikan, bukan sepihak.

Kita tidak bisa menutup mata dengan kondisi generasi penerus kita. Melihat mereka bertumbuh dan berkembang dengan cara yang tidak seharusnya. Kemajuan teknologi dipersalahkan, kemajuan media sosial internet ditakutkan, pergaulan yang semakin luas terbatasi, pengembangan ilmu pengetahuan tidak dilakukan dengan bebas dan leluasa.

Semua hal itu terjadi karena ketakutan yang ditimbulkan oleh orang dewasa terhadap perkembangan generasi setelah mereka. Padahal pendidikan karakter yang terabaikan sejak dini membuat anak-anak bertumbuh dengan sesuka hati hingga yang ada sekarang ialah menimbulkan kekuatiran bagi orang dewasa.

Lalu dengan kondisi seperti itu akhirnya kita mempersalahkan lembaga pendidikan di mana anak-anak menimba ilmu. Setiap kita harus paham bahwa karakter anak tidak selalu menjadi tugas pendidik, melainkan tugas kita semua selaku orangtua. Jangan membiarkan pendidikan karakter hanya kalimat indah yang didengungkan oleh pemerintah kita. Melainkan mari berlaku sebagai pelaku bukan hanya pengawas atau bahkan pengkritik.

Dalam satu ruangan kelas yang terdiri dari dua puluh anak maka di dalamnya akan terdapat dua puluh karakter yang berbeda. Saat seperti itulah dibutuhkan peran seorang pendidik yang mampu mengarahkan mereka sesuai karakter mereka untuk nilai-nilai hidup yang benar.

Tidak semua anak mampu mengerjakan soal matematika dengan cepat, juga tidak semua anak bisa mengarang puisi dengan mudah. Atau bahkan tidak semua anak bisa membaca not balok atau not angka, juga tidak semua anak bisa berbahasa inggris dengan lancarnya.

Baca juga:  Pendulum Kebudayaan Bali

Akan tetapi ingatlah bahwa mereka semua pasti bisa antri dengan tertib, belajar dengan tenang, membuang sampah pada tempatnya, hormat kepada gurunya, bertanggungjawab dengan pekerjaan rumah mereka, serta mereka mampu memberi pertolongan terhadap yang membutuhkan. Bukankah hal itu yang akhirnya terkikis di dalam penerapannya?

Langkah konkret yang harus dilakukan untuk menerapkan pendidikan karakter sejak dini ialah: pertama, memperlakukan setiap anak secara istimewa. Pendidikan karakter yang utama yang tidak boleh terlewatkan ialah dengan memperlakukan setiap anak istimewa dengan segala apa yang mereka miliki.

Menuntun mereka bertumbuh menjadi diri mereka sendiri tanpa akhirnya menimbulkan rasa puas terhadap apa yang dimiliki. Membanding-bandingkan satu anak dengan anak lainnya hanya akan membuat mereka bertumbuh menjadi anak yang minder atau bahkan rasis. Kedua, ialah mengajarkan nilai-nilai luhur dan moral yang baik sebelum anak bertumbuh di tengah pergaulan bebas.

Seorang anak yang keluar dari sebuah rumah yang sehat akan memiliki hati dan pikiran yang sehat. Lalu langkah konkret ketiga yang harus dilakukan ialah menerima setiap keunikan anak yang ada di lingkungan sekolah atau universitas. Mereka berbeda bukan karena aneh melainkan unik. Mari memperlakukan mereka sebagaimana seharusnya. Mari mendukung mereka menjadi versi terbaik dari diri mereka, bukan mengubah mereka sesuai versi terbaik kita.

Penulis, Pendidik dan Founder Ruang Bergerak

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *