Menhub mengecek pengerjaan Pelabuhan Sampalan, Sabtu (15/5/2021). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam rangka mengatrol pertumbuhan ekonomi Bali, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah melaksanakan proyek infrastruktur. Tahun 2021 tercatat 13 proyek strategis nasional yang sudah mulai menyerap anggaran. Namun sayang, banyaknya proyek tersebut minim melibatkan kontraktor lokal.

Berdasarkan data Ditjen Perbendaharaan Kanwil Bali, ketiga belas proyek tersebut yaitu peninggian jembatan di Desa Musi, Gerokgak, pembangunan Embung Sanda, Tabanan, pembangunan Bendungan Sidan, Badung, preservasi jalan dan jembatan dalam Kota Singaraja – Kubutambahan – Amlapura, pembangunan Bendungan Tamblang, Buleleng, preservasi jalan jembatan dan revitalisasi saluran drainase dan trotoar, Cekik.

Juga ada pembangunan Pelabuhan Sanur, pembangunan Pelabuhan Sampalan, Nusa Penida, pembangunan jembatan shortcut Denpasar – Gilimanuk, pembangunan Embung Sanur, penataan kawasan Besakih, pembangunan rumah susun pendidikan Singaraja. Selain 13 proyek tersebut juga ada proyek Bali Maritim Tourism Hub (BMTH) di Pelabuhan Benoa dan rencana pembangunan Pusat Kebudayaan Bali, di Klungkung, proyek di Serangan, serta proyek-proyek kecil lainnya.

Dari semua proyek tersebut, keikutsertaan jasa konstruksi alias kontraktor lokal sangat minim, tidak lebih dari lima perusahaan. Hal ini karena persaingan antarperusahaan jasa konstruksi sangat ketat. Mereka mampu menurunkan penawaran hingga 50%.

Hal itu diakui Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia ( Gapensi) Bali, I Wayan Adnyana, Rabu (25/8). “Cuma sekarang dengan terbatasnya jumlah proyek, banyak rekanan ingin mendapat proyek. Terjadilah proses pelelangan yang tidak sehat. Mereka menawar dengan harga rendah, yang penting mendapat pekerjaan (proyek). Penawaran yang diajukan kadang-kadang tidak wajar, kadang turun sampai 25%-50%,” ungkapnya.

Baca juga:  Ratusan Pengungsi di Rendang Masih Bertahan di Pengungsian

Dalam kondisi sulit ini pun ada rasa keprihatinan yang menghantui. Pasalnya, jasa konstruksi lokal tak kebagian proyek. Sementara rekanan atau perusahaan konstruksi luar berdatangan, karena persaingan bebas sehingga banyak pemodal dari luar Bali yang justru dominan menangani proyek-proyek besar di Bali seperti di Pelabuhan Benoa, semua rekanan dari luar.

Selain itu, proyek di Serangan juga dimenangkan rekanan dari luar. “Karena memang pengalamannya luas, dikerjakan secara profesional. Kalau bersaing dengan kita, perusahaan lokal, kenal saja belum, owner juga melihat dari kenal dan tidak. Kalau sistem persaingan benar-benar dilepas seperti ini, yang terjadi justru, yang kuat tambah kuat dan yang lemah perlahan akan mati. Itu menjadi kekhawatiran kami ke depan. Kita lihat saja, penataan Besakih dan pembangunan pusat kebudayaan Bali di Klungkung nanti, siapa yang dapat. Itu semua rekanan luar yang besar dan BUMN,” ungkapnya.

Sementara di Bali, perusahaan jasa konstruksi 90% merupakan perusahaan kecil dan menengah. Tentu akan sangat sulit memenangkan tender. Hampir setiap pelelangan proyek, anggota Gapensi Bali ikut proses lelang. “Persoalannya hampir tiap hari ikut tapi enggak pernah dapat. Rekanan Gapensi, paling satu dua yang masih bisa ikut seperti Tunas Jaya Sanur, yang jelas tidak lebih dari 5 perusahaan di Bali yang besar, yang bisa ikut lelang. Yang lainnya menangani proyek yang masih di bawah Rp 25 miliar,” tandasnya.

Baca juga:  Dari Pelaku Curanmor di Pelabuhan Sanur Ditembak hingga Pesta Kembang Api Harus Seizin Kepolisian

Menurutnya pemerintah sebetulnya tidak tertarik dengan gaya perusahaan yang menawar rendah. Pemerintah tidak ingin rekanan bangkrut karena pemerintah juga mempunyai fungsi pembinaan, agar bisa tumbuh berkembang makanya pemerintah sudah berhitung menetapkan nilai proyek yang wajar.

Akibat penawaran rendah yang diajukan pada saat lelang memang tidak berpengaruh pada kualitas proyek karena dalam persyaratan tentu telah ada standar kualitas yang diinginkan pemerintah serta budget yang dianggarkan. Namun yang terjadi adalah penawaran rendah tersebut justru membuat perusahaan jasa konstruksi “bunuh diri”.

Ia pun kerap mendapat laporan jasa konstruksi merugi, tidak mampu menutupi kerugian dan akhirnya di-black list oleh pemerintah. “Mungkin bagi perusahaan yang telah mampu melakukan efisiensi, memiliki sumber daya yang mumpuni, dikerjakan atau kemampuannya baik untuk melakukan efisiensi sehingga mampu menawar rendah. Tapi teman-teman lain justru ikut- ikutan menawar rendah,” tandasnya.

Dikatakannya, belum ada regulasi yang bisa menyelamatkan kondisi persaingan usaha ini. Karena dalam Perpres, penetapan pemenang tender selalu dimenangkan yang penawaran terkecil, sepanjang tidak menyalahi persyaratan.

Baca juga:  Satu Kabupaten Nihil Tambahan Kasus COVID-19 dan Pasien Sembuh

Sementara jika mengambil proyek swasta, meskipun tidak seketat proyek pemerintah, namun penggunaan jasa konstruksi pun berdasarkan referensi dan kenalan.

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali Tri Budhianto mengatakan penyaluran DAK Fisik yang merupakan anggaran untuk pembangunan proyek infrastruktur sampai 30 Juni 2021 mengalami perlambatan yaitu hanya 9,05% (yoy). Namun secara nominal, realisasi pada periode ini mengalami peningkatan karena telah terealisasi sebesar Rp 86,77 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya Rp 64,43 miliar.

Dari data ini bisa jadi mengindikasikan penyerapan anggaran yang rendah mempengaruhi jumlah proyek yang dikerjakakan juga rendah. Menurut Tri, tidak selalu selaras antara penyerapan anggaran proyek yang dikerjakan dengan jumlah proyek yang dibangun, karena sangat dimungkinkan proyeknya banyak dan sudah berjalan tapi jika belum ditagihkan maka realisasi anggarannya menjadi kecil. “Makanya di DAK serapan kecil tapi data kita juga menunjukkan jumlah kontrak yang sudah ditandatangani banyak. Artinya proyek banyak tapi belum ditagihkan,” pungkasnya.

Sementara kebijakan pemakaian jasa konstruksi lokal memang diutamakan. Bahkan pengusaha kecil dan menengah juga diutamakan.

Kebijakan tersebut ada dalam ketentuan pengadaan barang dan jasa. “Kebijakan untuk pengusaha lokal sebetulnya sudah lama. Namun jika prosesnya melalui lelang, maka menjadi sangat tergantung pemenangnya,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *