DENPASAR, BALIPOST.com – Mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) pada Biro Aset Sekretariat Daerah Provinsi Bali TA. 2016, terdakwa I Nyoman Pasek Suwarsana, Kamis (26/8) menjalani sidang tuntutan. Ia diadili kasus dugaan korupsi.
Dalam surat dakwaan jaksa, terdakwa diduga melakukan korupsi dengan membuat laporan fiktif saat menjabat sebagai BPP pada Biro Aset Sekretariat Daerah Provinsi Bali TA. 2016. Jaksa menuntut pidana penjara selama dua tahun dan enam bulan (2,5 tahun).
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, di hadapan majelis hakim yang diketuai Made Putra Astawa, JPU Ida Ayu Nyoman Surasmi, menyatakan perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana yang telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Dalam sidang yang dihadiri terdakwa secara virtual itu, selain menuntut supaya terdakwa dihukum selama 2,5 tahun, terdakwa Pasek juga didenda Rp 50 juta, subsider tiga bulan kurungan. Terdakwa yang mantan pejabat di Pemprov Bali itu juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 417.688.017.
Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan setelah perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup, maka diganti dengan pidana penjara selama satu tahun dan tiga bulan.
Mendengar tuntutan itu, terdakwa Nyoman Pasek melalui kuasa hukumnya meminta waktu dua pekan untuk mengajukan pledoi.
Diuraikan jaksa, bahwa terdakwa yang mantan BPP pada Biro Aset Provinsi Bali, diduga menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan dalam pengelolaan atau penyimpangan pada pelaksanaan dan penatausahaan Belanja Anggaran Daerah di Setda Provinsi Bali TA. 2016. Ulah terdakwa bersama I Wayan Wiantara, SP., mantan Bendahara Pengeluaran Setda Proivinsi Bali (sudah divonis lima tahun), mengakibatkan kerugian keuangan negara atau daerah.
Modusnya, melakukan penatausahaan keuangan secara proforma yaitu dengan menatausahakan keuangan tidak menggunakan bukti pengeluaran yang sah. Di mana terdapat pemberian panjar dari BP (Bendahara Pengeluaran) kepada BPO Biro Aset yang dicatat dalam BKU BP dan BPP namun tidak disertai dengan pemberian uang tunai (panjar titipan) yang seharusnya BPP mengembalikan sisa panjar senilai Rp 676.094.899 kepada BP atas sisa panjar yang diberikan Bendahara Pengeluaran Setda dikurangi dengan realisasi belanja Biro Aset.
Namun BPP Biro Aset I Nyoman Pasek Suwarsana seolah-olah telah mengembalikan sisa panjar tersebut kepada Bendahara Pengeluaran Setda berdasarkan kuitansi pengembalian fiktif tertanggal 30 Desember 2016 senilai Rp 676.094.899. tetapi pada kenyataannya jumlah uang yang dikembalikan ke BP hanya senilai Rp 50.000.000 sehingga masih terdapat sisa panjar yang belum dikembalikan oleh BPP Biro Aset kepada BP. (Miasa/balipost)