SEMARAPURA, BALIPOST.com – Menjelang Perayaan Saraswati, para Penyuluh Bahasa Bali Klungkung melakukan konservasi lontar di Museum Semarajaya, Kamis (26/8). Lontar-lontar ini beragam judul, diantaranya Lontar Kawisesan (Pengleakan), Kamoksan, Patemon Dina, Asta Kosala-Kosali, Keputusan Batara Guru, dan Kalepasan.
Ternyata lontar-lontar ini bukan koleksi museum, melainkan baru diterima dari warga asal Desa Sakti, Nusa Penida, karena sudah tak mampu merawatnya. Lontar-lontar ini dibuka satu per satu oleh Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Klungkung.
Total, ada sebanyak 78 cakep lontar berbagai judul sudah dalam kondisi berdebu. Bahkan, ada beberapa bagian yang rusak karena tidak dirawat.
Setiap lembar lontar bertuliskan aksara Bali itu, dibersihkan dengan ekstrak minyak sereh dan alkohol di atas 90 persen. Sehingga, kondisinya menjadi lebih bersih.
“Minyak sereh menjadikan lontar lebih lentur. Sedangkan alkohol membuatnya lebih cepat kering. Sehingga tidak jamuran,” kata Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Klungkung, Wayan Artadipta.
Pembersihan lontar ini dikemas dalam Program Bakti Saraswati, menjelang Hari Raya Saraswati yang identik dengan turunnya ilmu pengetahuan. Artadipta mengatakan seharusnya mengkonservasi lontar sebanyak ini, diperlukan banyak orang.
Tetapi, karena masih dalam situasi PPKM pandemi COVID-19, pihaknya hanya menurunkan 10 orang tenaga penyuluh. Kepala UPT Museum Semarajaya, Cokorda Gede Nala Rukmaja, mengatakan puluhan cakep lontar ini nantinya akan menjadi bagian dari koleksi Museum Semarajaya.
Pihaknya sudah menyiapkan tempat khusus untuk menempatkan lontar dari sumbangan masyarakat ini.
Maka, Nala Rukmaja menyampaikan kepada masyarakat jika ada warga yang tidak bisa merawat lontarnya di rumah, bisa dibawa ke Museum Semarajaya, agar bisa dirawat dan ditempatkan dengan layak. Sehingga ke depan Museum Semarajaya, bukan sekadar menjadi tempat koleksi barang antik, tetapi juga harus menjadi tempat edukasi bagi warga maupun pengunjung.
Bahkan, ke depan pihaknya akam menjalin kerjasama dengan pihak ketiga, untuk menterjemahkan semua isi lontar, agar lebih mudah dipelajari dan dipahami masyarakat. “Kami akan menyajikannya dalam dua bahasa, Bali dan latin, sehingga lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Kami sudah siapkan inovasi atraksi melestarikan kebudayaan Klungkung,” kata Nala Rukmaja.
Selain itu, terkait dengan program konservasi lontar ini, pihaknya juga mendorong warga yang ingin merawat lontarnya di rumah, bisa dibantu oleh Penyuluh Bahasa Bali, dengan datang langsung ke rumahnya. Bahkan, Dinas Kebudayaan mendukung upaya ini melalui anggaran dari DAK (Dana Alokasi Khusus). “Tinggal laporkan saja ke Penyuluh Bahasa Bali. Nanti penyuluh Bahasa Bali akan datang langsung ke rumah,” kata Artadipta. (Bagiarta/balipost)