DENPASAR, BALIPOST.com – Sesungguhnya petarung Made Ardi Arimbawa merebut medali emas di ajang Pra PON, kelas 64,1-67 kg. Kendati demikian, Ardi tetap tak mau dibebani saat berlaga di ajang PON Papua.
Pasalnya, jika dia tampil terbebani, otomatis segala teknik, kemampuan, termasuk taktik dan strategi, tidak bisa dikeluarkan secara maksimal. Ardi menerangkan, dirinya meskipun menyabet emas di Pra PON, tetapi untuk PON memilih untuk merendah saja. “Saya kira seluruh lawan dari berbagai provinsi termasuk berat, sebab mereka juga berlatih secara optimal, hingga persiapannya matang menuju PON,” jelasnya, di Denpasar, Sabtu (28/8).
Ia mengakui, di final Pra PON dirinya menundukkan petarung Aceh. Akan tetapi, petarung dari provinsi lain juga tangguh dan patut diperhitungkan. Agenda semula, petarung PON Bali melakukan uji coba melawan tim PON Jateng dan Jabar, pada Juli. “Kenyataannya, try in batal karena memasuki PPKM,” sebut petarung kelahiran Denpasar, 12 September 1998 ini.
Selain itu, Made Ardi juga buta peta kekuatan petarung tuan rumah Papua. Maklum, petarung Papua otomatis merebut tiket PON, karena selaku tuan rumah. “Karena itu lah saya lebih baik tampil maksimal saja. Saya khawatir target muluk-muluk mendulang emas, tetapi hasilnya meleset nanti justru semakin kecewa,” ujar Mahasiswa STP Nusa Dua ini.
Ia mempercayai, dirinya selaku atlet bertarung maksimal dengan mengerahkan segala kemampuan. “Namun, lagi-lagi hasil akhir Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menentukan,” cetusnya.
Ardi mulai menekuni tarung derajat sejak 2015, di Satlat Pratama, Nusa Dua. Ardi dua kali menyabet emas pada Porprov Bali 2017 dan 2019.
Yang membanggakan, dia didukung orangtua, sebab ayahnya juga menekuni bela diri silat. Bahkan, Ardi di SD juga berlatih silat kemudian SMP bermain bola dan bulu tangkis. “Saya pernah juara II bulu tangkis pada Porjar Badung, ketika membela SMPN 4 Kutsel,” terang putra kedua dari pasangan Nengah Darmada Yasa dan Ni Made Rai Sutini ini. (Daniel Fajry/balipost)