JAKARTA, BALIPOST.com – Dalam rangka menanggulangi potensi dampak terjadinya La Nina yang diperkirakan oleh BMKG akan menerjang Indonesia pada akhir 2021, pemerintah diminta untuk menyiapkan ketersediaan pangan. Hal itu diminta Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia.
“Tentu mempersiapkan dampak dari sisi ketersediaan pangan. Kita tahu bahwa dengan adanya La Nina maka intensitas hujan akan lebih banyak,” kata Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet, dikutip kantor berita Antara, Minggu (29/8).
Yusuf mengatakan cuaca ekstrem La Nina yang berupa hujan es, hujan lebat disertai kilat dan petir serta angin puting beliung berpotensi berdampak pada gagal panen. Gagal panen dapat terjadi untuk beberapa komoditas pangan penting seperti cabai dan bawang.
Oleh sebab itu Yusuf menegaskan kebijakan yang tepat perlu dipersiapkan sejak saat ini seperti memetakan produksi dalam negeri yang disesuaikan dengan konsumsi dalam negeri.
Tak hanya itu, ia menuturkan alur distribusi juga perlu dianalisa yang dihubungkan dengan perkiraan daerah-daerah yang akan terpapar parah dari La Nina. “Apakah kemudian ada daerah yang akan terpapar parah dari La Nina sehingga alur distribusinya perlu dipersiapkan skenario distribusi nantinya,” ujarnya.
Sementara itu ia turut mengingatkan bahwa La Nina ini akan berpotensi menaikkan harga-harga komoditas, termasuk pada cabai dan beberapa pangan lainnya.
Kenaikan ini berpotensi mendorong inflasi umum sehingga pemerintah juga perlu mengkompensasi dengan memberikan bantuan sosial kepada masyarakat. “Artinya hal ini perlu dikompensasi dengan bantuan seperti bantuan sosial tunai,” katanya.
Sebagai informasi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengindikasikan kondisi El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dalam keadaan netral dapat berkembang menjadi La Nina pada akhir 2021.
Indonesia perlu mewaspadai kejadian cuaca ekstrem seperti hujan es, hujan lebat disertai kilat dan petir, serta angin puting beliung jelang masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. (Kmb/Balipost)