Oleh Agung Kresna
Akhirnya pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Jawa-Bali, serta memberlakukannya juga pada beberapa wilayah di luar Jawa-Bali. Kondisi ini menunjukkan bahwa angka penularan virus Covid-19 belum menurun secara signifikan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan menyebut kasus Covid-19 di sejumlah wilayah aglomerasi Jawa-Bali telah turun. Namun Luhut juga mengatakan masih ada masalah terkait kenaikan kasus di Malang Raya dan Bali. Terkait hal ini Pemerintah akan melakukan intervensi di ke dua wilayah ini.
Menindaklanjuti hal tersebut, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 30 Tahun 2021 terkait pelaksanaan PPKM Level 4 hingga 2 di Jawa dan Bali. Inmendagri ini menetapkan 9 kabupaten/kota yang ada di Bali tetap melanjutkan PPKM Level 4.
Data memang menunjukkan tambahan kasus positif Covid-19 Bali per Selasa (10/8) berjumlah 1.411 orang. Sementara pasien sembuh tercatat 1.576 orang. Sedang pasien meninggal bertambah 36 jiwa. Tentu ini bukan jumlah yang kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Bali yang hanya 4,362 juta jiwa (2019).
Situasi ini sangat anomali jika dibandingkan dengan angka vaksinasi yang telah dicapai Bali, mengingat vaksinasi merupakan salah satu upaya memutus penularan virus Covid-19. Hingga Selasa (3/8) dari target 2.996.060 jiwa, vaksinasi tahap I Bali telah tercapai 3.073.181 orang (102,64 persen).
Sementara tahap II sebanyak 902.143 orang (31,35 persen). Kebijakan vaksinasi adalah lapis ketiga dari tiga lapis utama upaya pelindungan warga agar terhindar dari penularan Covid-19. Lapis pertama adalah gerakan 5M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, membatasi mobilitas). Sedang lapis kedua adalah 3T, yakni tracing, testing, dan treatment.
Anomali kondisi pandemi di Bali ini memperlihatkan bahwa lapis-lapis upaya memutus rantai penularan virus Covid-19 belum terintegrasi dengan baik. Vaksinasi yang telah berjalan dengan lancar belum diimbangi dengan tindakan pelacakan (tracing) dan tes usap (testing) terhadap masyarakat yang kontak erat dengan pasien positif Covid-19.
Masih rendahnya jumlah tindakan pelacakan dan tes ini juga dipengaruhi oleh keberadaan data pasien positif yang belum tertata dan terintegrasi dengan baik. Sehingga acapkali petugas pelacakan dan tes tidak dapat bertindak dengan cepat, karena keadaan data yang sering tumpang tindih tidak sinkron.
Tindakan respon cepat dari para petugas kesehatan di lapangan memang menjadi kunci pengendalian penyebaran virus Covid-19. Mengingat dengan respon cepat para pemangku kepentingan, maka keberadaan virus dapat terlacak dengan cepat. Sehingga pada gilirannya penyebaran penularan virusnya dapat dikendalikan dengan baik, di tengah pembatasan pergerakan masyarakat yang mulai dilonggarkan.
Vaksinasi adalah langkah dalam meredam tingginya angka penularan Covid-19, namun tidak serta merta menghentikan pandemi Covid-19. Hanya dengan dibarengi tindakan protokol kesehatan 5 M yang ketat dan benar serta tindakan 3T yang cepat dan tepat, maka akan tercipta upaya yang tepat dalam menghentikan penyebaran/penularan virus Covid-19. Kita jangan terjebak dalam euforia vaksinasi, seakan pandemi Covid-19 telah berlalu.
Penulis Arsitek, Senior Researcher pada Centre of Culture & Urban Studies (CoCUS) Bali, tinggal di Denpasar